Showing posts with label detektif. Show all posts
Showing posts with label detektif. Show all posts

Tuesday, 25 July 2017

Dekut Burung Kukuk (The Cuckoo’s Calling)-Roberth Galbraith

51m4P63APoL._SY344_BO1,204,203,200_Dekut Burung Kukuk oleh Robert Galbraith

Mulai dibaca: 01 Maret 2017
Selesai dibaca: 17 Juni 2017

Judul: Dekut Burung Kukuk (The Cuckoo’s Calling)
Penulis: Robert Galbraith
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Bahasa: Indonesia
Penerjemah: Siska Yuanita
Tahun terbit: Februari 2014 (Cetakan ketiga)
Tebal buku: 520 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-602-030-062-7
Harga: Rp.84.150 (Gramedia.com)

Rating: 3/5

Gaung di jalanan terdengar seperti dengung lalat. Para fotografer berdiri berkerumun di balik garis batas yang dijaga polisi, kamera mereka yang berbelalai panjang siap siaga, napas mereka mengepul seperti uap. (hal. 11)

Seorang model bernama Lula Landry ditemukan tewas dibawah beranda apartemennya. Walaupun tampak seperti peristiwa bunuh diri, tetapi menurut keterangan saksi yang tinggal tepat di bawah apartemen Lula, ia mendengar Lula bertengkar dengan seseorang dan kemungkinan Lula didorong oleh orang tesebut. Persis ketika Cormoran Strike, seorang detektif partikelir, sedang berusaha menata ulang kehidupannya yang menjadi semrawut karena hubungannya dengan tunangannya baru saja berakhir, juga menata ulang keuangannya akibat jarangnya pekerjaan yang masuk ke kantornya, seorang laki-laki datang ke kantornya mengharapkan bantuannya. Lelaki bernama John Bristow ini ingin Cormoran Strike memecahkan kasus tewasnya adiknya yang ditemukan tewas di bawah beranda apartemennya. John tidak memercayai kasus tewasnya adiknya merupakan kasus bunuh diri karena adanya saksi yang menjelaskan adanya pertengkaran sebelum adiknya ditemukan tewas. Ya, John Bristow merupakan kakak tiri dari Lula Landry.

Lula Landry diadopsi oleh Sir Alec dan Lady Yvette Bristow pada umur empat tahun. Dia dibesarkan dengan nama Lula Bristow, tapi kemudian mengambil nama gadis ibunya ketika mulai berkarier sebagai model. (hal. 37)

Dan John ingin Cormoran mengungkapkan kebenaran dari peristiwa tewasnya Lula. Penyelidikan terhadap kasus tewasnya Lula tak hanya membawa Cormoran bertemu dengan orang-orang yang berhubungan dengan Lula maupun menyelami dunia mode lebih jauh, semakin dekat ia mengungkap kebenaran semakin dekat pula ia dengan bahaya yang mengancam nyawanya.

Dia merasa letih dan kesakitan; sadar betul akan rasa nyeri di tungkainya, sadar betul akan tubuhnya yang belum mandi, makanan berminyak yang terasa berat di dalam perutnya. (hal. 276)

DSC_0045-blog


Thursday, 12 February 2015

The Return of Sherlock Holmes-Sir Arthur Conan Doyle

Sherlock Holmes dinyatakan hilang. Sejak peristiwa di Air Terjun Reichenbach yang melibatkan pertengkaran Holmes dengan sang Napoleon Dunia Kejahatan, Professor Moriarty, Watson melihat mereka berdua terjatuh ke air terjun itu. Sejak itu mereka dinyatakan menghilang. Bertahun-tahun setelahnya, kejahatan di London semakin merebak karena London tidak lagi memiliki seseorang yang mampu menghentikan dan mencegah berandalan-berandalan itu. Watson yang telah bekerja sama selama bertahun-tahun dengan Holmes, ingin sekali memecahkan banyak kasus dan mengadakan penyelidikan sendiri menggunakan metode sahabatnya itu. Tetapi Watson bukanlah Holmes, ia selalu gagal menyelesaikan kasus tersebut dan kerap menemui jalan buntu. Tanpa Holmes rasanya mustahil menyelesaikan kasus-kasus misteri sekalipun kasus itu sangat sederhana. Di tengah-tengah kebingungannya dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Ronald Adair di Park Lane, sebuah kejadian mengejutkan dialami Watson. Setelah menyaksikan sendiri sahabatnya jatuh di Air Terjun Reichenbach, Watson menyaksikan bahwa sahabatnya tiba-tiba muncul di hadapannya, seakan-akan telah bangkit dari kematian.

DSC_0002

Ada tiga belas kasus yang diceritakan di buku ini. Dan ya, semuanya diselesaikan oleh Sherlock Holmes (oops, sorry for spoiling it). Dan sebenarnya saya agak kecewa dengan buku ini. Ketika membaca judul ini, ekspektasi saya adalah saya akan mendapatkan cerita yang epik, cerita yang kalau difilmkan akan langsung bikin saya tepuk tangan, ketika Sherlock Holmes akhirnya kembali. Saya membayangkan bahwa ada kasus yang benar-benar rumit, lalu Watson lah yang terpaksa melakukan penyelidikan sesuai dengan cara sahabatnya, tetapi entah bagaimana Watson seakan-akan mendapatkan bantuan dari ‘seseorang’ dalam memecahkan kasus tersebut, lalu kasus itu ditutup dengan munculnya si detektif kondang ini. Oke, ternyata si detektif muncul di kasus pertama ketika ceritanya baru masuk tahap perkenalan.

Tapi tentu saja, kita nggak akan pernah bisa untuk tidak kagum pada kemampuan Sherlock Holmes yang rasanya bisa menyelesaikan kasus-kasus out of nowhere. Ya, rasanya setiap petunjuk yang dikumpulkan seperti tiba-tiba muncul di hadapan Holmes, apapun yang Holmes lakukan untuk menyelesaikan perkara terlihat seperti sulap. Entah karena saya yang hanya menikmati cerita tanpa berusaha mengikuti pola pikir Mr. Holmes atau apa, rasanya kalau saya yang jadi Holmes kasusnya nggak akan selesai deh, jadinya.

Dari buku ini, saya seperti lebih mengenal Mr. Holmes. Dia pintar, oke semua orang tahu itu. Cerdik, tentu. Lalu jeli, that’s why he can find a lot of evidence OUT OF NOWHERE. Dan ya, sedikit sombong tentu, apalagi ketika ia berhadapan dengan inspektur yang nggak mau kalah macam Inspektur Lestrade. Yang pasti ia suka menyindir. Ketika ia menuntut untuk mendapatkan berita yang benar dari seorang saksi—atau tersangka—ia lebih suka untuk menyudutkan dan mengancam orang itu daripada harus memaksa. Walaupun begitu, ia masih memiliki rasa belas kasihan yang benar-benar patut diacungi jempol, ini saya dapatkan dari suatu kasus di mana Holmes bukannya menahan tersangkanya tapi malah melepaskannya dan menyuruhnya menghilang.

Thursday, 5 December 2013

Sherlock Holmes: Penelusuran Benang Merah (A Study in Scarlet)-Sir Arthur Conan Doyle

Dr. John Watson yang merupakan pensiunan tim medis angkatan darat yang ditugaskan di Afghanistan akhirnya kembali ke kota asalnya London setelah dinyatakan terluka dan tak mampu lagi bekerja membantu di medan perang. Dengan mengandalkan dana pensiunan, Dr. Watson memulai hidupnya yang baru sebatang kara. Walaupun disokong oleh dana pensiunan, tetap saja dana tersebut tak dapat mencukupi kebutuhannya dalam masalah makan dan tempat tinggal. Hotel yang didiaminya seorang diri masih dinilai terlalu mahal untuk pensiunan medis angkatan darat. Beruntung, Watson bertemu dengan seorang teman lama. Temannya bercerita bahwa ia sempat mengobrol dengan seseorang yang tergolong cukup aneh yang selalu menghabiskan waktunya untuk bereksperimen di laboratorium di sebuah rumah sakit, orang aneh yang bernama Sherlock Holmes ini juga membutuhkan seorang teman untuk diajak tinggal bersamanya dalam satu apartemen sehingga mampu meringankan biaya sewa apartemen tersebut.

Karena Watson merasa hal tersebut ide yang bagus, Watson pun mengajukan diri sebagai teman untuk berbagi apartemen bersama Mr. Holmes. Malam harinya, Watson pun menemui Sherlock Holmes di laboratorium tempat biasanya ia bereksperimen. Saat ditemui, Mr. Holmes ternyata sedang melakukan eksperimen, begitu mendengar bahwa ia kedatangan tamu Mr. Holmes langsung menyambut kedua tamunya. Yang membuat Watson tercengang adalah, Holmes langsung tahu bahwa Watson baru saja datang dari Afghanistan. Bagaimana Holmes bisa tahu? Watson bahkan belum memperkenalkan diri dengan baik.

Karena tak memiliki pilihan lain, Watson pun akhirnya tinggal bersama Mr. Holmes dalam satu apartemen. Selama seminggu tinggal bersama Holmes, Watson masih belum bisa menebak apa sebenarnya pekerjaan Sherlock Holmes. Holmes kebanyakan duduk diam di ruang tengah dengan pandangan menerawang, seakan-akan berpikir, terkadang ia terlihat seperti seseorang yang kecanduan narkotika. Holmes ternyata juga cukup lihai dalam memainkan biola, ia sering memainkan lagu-lagu klasik yang indah, tapi ia juga sering memainkan nada-nada yang tak diketahui yang mungkin menggambarkan isi hatinya. Walaupun terlihat menganggur, Holmes ternyata cukup sering mendapat kunjungan, dari golongan bangsawan hingga portir, tamu-tamu yang mengunjungi Holmes sering diklaim olehnya sebagai kliennya. Watson pun semakin bertambah heran, berhubung Holmes tidak menempuh pendidikan medis secara formal tetapi ia memiliki klien yang hampir tiap hari mengunjunginya.

Suatu hari Holmes menerima surat yang berisi tentang sebuah pembunuhan. Surat tersebut ternyata dikirim oleh seorang detektif polisi ‘Scotland Yard’. Detektif polisi tersebut secara terang-terangan meminta bantuan Sherlock Holmes untuk memecahkan kasus pembunuhan yang dinilai cukup membingungkan. Dari surat tersebut, Holmes bercerita pada Watson bahwa ia adalah detektif swasta yang pemikiran dan deduksinya sering dibutuhkan oleh detektif-detektif lain yang kurang kompeten tersebut untuk memecahkan suatu teka-teki.

Mengenai kasus pembunuhan yang terjadi, korban bernama Enoch J. Drebber, yang mukanya dideskripsikan Watson sebagai muka terseram yang pernah ia lihat. Enoch ditemukan tewas di sebuah rumah yang tidak ditinggali lagi oleh pemiliknya. Ia diduga tewas karena racun, karena tidak terdapat tanda-tanda terjadi kekerasan pada tubuhnya walaupun ada bercak-bercak darah yang menempel di pakaiannya. Di TKP pembunuhan Mr. Drebber ditemukan cincin kawin untuk wanita. Tetapi pelakunya, menurut deduksi Holmes, merupakan orang yang tinggi besar. Mr. Drebber yang ternyata berasal dari Amerika ternyata tidak datang ke London seorang diri, ia datang bersama sekretarisnya, Mr. Stangerson yang masih dicari keberadaannya. Beberapa hari setelah dilakukan pencarian terhadap Mr. Stangerson, ternyata Mr. Stangerson ditemukan tewas di hotel tempatnya singgah. Ia ditemukan dengan keadaan lebih mengenaskan daripada Mr. Drebber. Pelakunya kemungkinan besar merupakan pelaku yang sama. Tetapi pada kedua TKP, pelaku meninggalkan tulisan ‘RACHE’ yang dalam Bahasa Jerman berupa ‘Pembalasan’ di dinding dekat korban.

Inilah kisah pertama dari petualangan Sherlock Holmes yang dipublikasikan oleh penulis. Kisah yang diceritakan berdasarkan catatan harian yang ditulis oleh Dr. John Watson ini diawali dengan sejarah singkat Dr. Watson yang bekerja sebagai tenaga medis angkatan darat di Afghanistan, Dr. Watson akhirnya dibebas tugaskan karena terluka oleh tembakan, dan kembali ke daratan London dan akhirnya berkenalan dengan orang aneh yang akhirnya menjadi teman berbagi apartemen, Sherlock Holmes. Sherlock Holmes digambarkan sebagai seorang yang memiliki kemampuan deduksi lebih baik dari detektif manapun. Karena ini merupakan kisah pertama yang diterbitkan, saya rasa wajar kalau banyak pembaca menilai Holmes sebagai orang yang arogan. Tetapi, pembawaannya yang arogan tersebut bisa jadi membuat kemampuannya tidak bisa dianggap remeh oleh orang lain, terbukti dengan permintaan-permintaan dari banyak orang bahkan detektif polisi sekalipun, walaupun memberikan deduksi dengan sifat arogan, permintaan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang membingungkan tetap berdatangan.

DSC_0050

Untuk kasusnya sendiri, sebagai buku pertama kasus yang dipaparkan terbilang seru banget, dan ya menegangkan banget buat menunjukkan kemampuan deduksi Holmes pertama kali kepada pembaca. Kadang-kadang saya berpikir bahwa kemampuan deduksi milik Holmes ini khayal banget dan kesannya itu magic, Holmes hanya butuh sekali pengamatan TKP dan pengamatan pada korban, lalu tunggu beberapa hari dan tadaaaaa, ia akan menangkap pelakunya. Karena saya lebih sering baca kisah detektif yang dalam bentuk komik, dan kesannya adalah, detektif itu dapat beberapa petunjuk lalu akhirnya ia membongkar semuanya sekaligus menangkap pelaku kasus, kisahnya Holmes ini jelas berbeda banget dengan detektif yang ada di komik, Holmes mendapatkan beberapa petunjuk, menganalisa kasus lebih detail berdasarkan petunjuknya, ia dapat pelakunya tapi belum menangkapnya, lalu langkah selanjutnya ia hanya tinggal memasang jebakan—atau malah mengejar—dan si pelaku datang sendirinya kepada Holmes, nah letak serunya mungkin di aksi mengejar si pelakunya, dan di buku ini cara Holmes menjebak si pelaku tergolong konyol sekali maksudnya di luar dugaan. Yang membedakan kisah Holmes dengan kisah detektif yang ada di komik adalah, kalo di komik-komik detektif kesan yang ditunjukkan adalah memberi kejutan kepada pembaca dengan tidak memberikan petunjuk-petunjuk yang didapatkan secara detail kepada pembaca (kan biasanya ada tuh adegan pas si detektif nemuin petunjuk tambahan—bahkan yang bisa jadi kunci kasus—dan bisa membongkar semuanya, tapi petunjuk penting itu gak dikasih tau ke pembaca), di dalam kisah petualangan Holmes petunjuk-petunjuk yang didapatkan Holmes semuanya dipaparkan kepada pembaca, yang perlu dilakukan oleh pembaca adalah membayangkan lokasi, setting, detail, semuanya sesuai dengan deskripsi yang diberikan. Hayo, susah yang mana?

Buku ini ternyata nggak hanya menceritakan tentang kasus dan penangkapan pelakunya, lho. Bahkan motif dan latar belakang pelaku dalam membunuh korbannya juga diceritakan, bahkan sangat detail sekali, mungkin supaya pembaca juga mengerti dan paham banget kenapa si pelaku pmbunuhan sampai harus melakukan pembunuhan tersebut. Kisah latar belakangnya bisa dibilang sukses bikin saya simpati, dan sukses juga bikin saya paham mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh si pelaku, maksudnya sukses bikin saya berpikir, ‘Well, mungkin kalo saya jadi si pelaku, i’ll do the same thing.’

Pada akhirnya, walaupun kemampuan Holmes terkesan magic, saya yakin banget kalo kemampuan itu bisa banget dipelajari, yang dibutuhkan hanyalah ketelitian, dan nggak lengah terhadap hal kecil apapun.

Tuesday, 5 November 2013

Red Dragon-Thomas Harris

Will Graham kembali dipanggil dari pensiunnya untuk menangani dua kasus pembunuhan berantai yang terjadi di Atlanta dan Birmingham. Will, yang merupakan seorang polisi yang memiliki kemampuan khusus dalam memecahkan kasus-kasus pembunuhan yang hampir tidak bisa diketahui siapa pelakunya, terpaksa mengiyakan permintaan sahabatnya, Jack Crawford, polisi di Chicago untuk menyelesaikan kasus dan menemukan pelaku kasus pembunuhan berantai yang membantai dua keluarga secara keji.

Will yang sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit jiwa karena membunuh seorang kriminal, juga pernah membantu pihak kepolisian dalam menangkap kasus pembunuhan berantai yang sebelumnya menggemparkan Chicago. Pembunuhan yang didalangi oleh seorang dokter jenius yang sosiopat, Hannibal Lecter, berhasil dipecahkan oleh Will dengan hanya mengandalkan sedikit petunjuk dan nalurinya, tetapi akibatnya Will harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari setelah berhadapan dengan dr. Hannibal, si sosiopat.

Dua keluarga yang dibantai oleh pelaku—yang disebut ‘Peri Gigi’ oleh kepolisian Chicago—Keluarga Jacobi dan Keluarga Leeds tidak memiliki persamaan, sehingga kepolisian Chicago sempat memusingkan motif yang digunakan pelaku dalam menghabisi nyawa setiap anggota Keluarga Jacobi dan Leeds. Hanya saja, sebelum membantai kedua keluarga, pelaku sempat mengawasi keduanya dengan membunuh piaraan mereka sehari sebelum menghabisi keduanya. Walaupun meninggalkan kesan bahwa si pelaku akan susah ditemukan, tetapi si pelaku malah meninggalkan banyak jejak di lokasi kejadian, seperti cetakan gigi pada keju yang diambilnya dari kulkas Keluarga Leeds dan menempelkan sidik jarinya sendiri di beberapa benda. Will Graham yang seakan-akan menemukan jalan buntu mengenai kasus ini akhirnya memutuskan untuk menemui orang yang amat dihindarinya, yang membuatnya terkapar berhari-hari di rumah sakit, dan membuatnya pensiun dari kepolisian, Will memutuskan untuk menemui dr. Hannibal si sosiopat di penjara khusus kriminal.

Sementara itu, Francis Dolarhyde, pekerja di sebuah studio kamera di St. Louis harus berusaha untuk menutupi kekurangan dirinya. Giginya yang tak rata, yang sedikit sumbing dan membuatnya kesulitan dalam mengucapkan huruf tertentu, sebenarnya merupakan satu-satunya kelemahan dirinya, tetapi sedari kecil ia selalu mengalami kemalangan dalam hidupnya. Ia lahir tanpa mengetahui ayahnya yang sebenarnya, dan ibunya langsung meninggalkannya begitu dokter yang membantu persalinannya mengabarkan bahwa anaknya memiliki sedikit cacat pada mulutnya. Selama enam tahun, Francis tinggal di panti asuhan dan akhirnya neneknya, ibu dari ibunya mengambilnya dan merawatnya. Hidup dengan neneknya pun juga tak seindah yang bisa dibayangkan Francis, neneknya kerap mengancam akan memotong alat kelamin Francis jika ia nakal, orang-orang kerap menolaknya karena ia cacat, akibatnya Francis melampiaskan amarahnya pada ayam-ayam neneknya. Kebiasannya itu terus berlanjut hingga ia melihat sebuah mahakarya agung seorang pelukis yang diberi judul ‘Naga Merah dan Gadis yang Bermandikan Matahari’. Francis seakan terhipnotis oleh lukisan tersebut, ia seakan menganggap Naga Merah pada lukisan tersebut adalah tuhan, dan semenjak ia memiliki lukisan tersebut kegemaran Francis dalam membunuh hewan semakin menjadi-jadi, dan mengakibatkan tewasnya anggota Keluarga Jacobi dan Leeds.

Sementara itu, Will Graham masih menemukan kesulitan dalam menemukan jejak mengenai pelaku pembunuhan, dan waktu terus berlalu sampai terjadi pembunuhan serupa yang dilakukan Francis. Will terpaksa bekerja ekstra keras sebelum Francis menghabisi korban ketiga yang ditargetkan pada saat purnama selanjutnya oleh Kepolisian Chicago. Di luar dugaan, Francis Dolarhyde si pelaku ternyata mengirim surat kepada dr. Hannibal yang juga merupakan idolanya. Tak disangka, dr. Hannibal ternyata membalas surat Francis yang berisi semacam perintah yang dapat mengancam keluarga kecil Will Graham.

Beberapa mungkin sudah melihat film ‘Hannibal’ dan ‘Hannibal Rising’, dan juga sekuelnya ‘Silence of the Lamb’ yang menceritakan tentang si dokter sosiopat, Hannibal Lecter, tetapi mengenai film ‘Red Dragon’, sepertinya belum ada yang nonton, atau mungkin filmnya nggak dibuat, ya?

Kisahnya mungkin di luar dari nama besar dr. Hannibal, kalo dilihat dari porsi munculnya si tokoh, buku ini lebih menceritakan mengenai Will Graham dan penyelidikannya dan juga mengenai Francis Dolarhyde dan kegilaannya. Kisah tentang Will lebih mendeskripsikan mengenai aktivitas Will saat ini, maksudnya saat menyelidiki kasus yang sedang berlangsung, sedikit sekali kisah flashback atau cerita masa lalu mengenai Will Graham dan perjalanannya sebelum berakhir menangani kasus yang dilakukan Francis. Sementara itu, kisah mengenai Francis, bisa dibilang lebih detail dan lebih mengena ke pembaca. Jadi, kalo menurut saya, kisah tentang Francis ini lebih menarik buat diikuti daripada kisah pengejaran pelaku itu sendiri. Kisah Francis yang penuh kesedihan lumayan bisa memancing rasa iba dan simpati saya (ya, emang dasar sayanya yang nggak tegaan liat atau denger atau baca tentang anak kecil yang disiksa-siksa, sih. hehehe). Cerita tentang Francis kecil lebih bikin saya paham tentang sifat psikopat Francis daripada ketika Francisnya jadi orang dewasa, kalo di cerita sifat psikopat Francis muncul karena ia lihat lukisan sih, menurut saya agak sedikit konyol. Lukisan itu bisa aja sih Cuma jadi pemantik aja, sedangkan Francis emang dari kecil udah punya sifat psikopat.

Secara keseluruhan, baca buku ini sama kayak liat film action yang marak banget tayang di bioskop-bioskop, penjahat yang nggak ngasih petunjuk satu pun ke kepolisian, polisi pontang-panting nyari pelaku, pelaku tiba-tiba memutuskan untuk bunuh diri karena udah merasa tersudut, kasus ditutup karena pelaku udah mati, tapi nggak disangka-sangka ternyata pelakunya masih hidup dan balas dendam ke polisi, lalu polisi bikin aksi heroik, sampai akhirnya si pelaku benar-benar mati. Ya, bener, drama banget, kan? Ketika sampai di cerita tentang Francis yang seolah-olah bunuh diri itu, saya pikir kasusnya selesai dan cerita tentang Francis benar-benar ditutup, dan saya sedikit kecewa karena mikirnya ‘Yah, mati bunuh diri, nggak seru banget’ dan saya bener-bener bayangin aksi yang heroik ketika kepolisian menangkap Francis. Tetapi ketika di bagian itu, dan ngeliat halaman sisanya ternyata masih banyak, berarti akan ada aksi tambahan yang dilakukan Will Graham, karena nggak mungkin halaman sebanyak itu diabisin buat nyeritain endingnya buku (bisa bosen, cyin, yang baca). Tapi, walaupun terkesan umum banget plotnya, tapi ceritanya masih tetap saja bikin saya deg-degan. Mungkin emang sengaja dibikin seperti itu, sih, biar pembacanya mau mbalik halaman bukunya sampai selesai (dan saya udah selesai, yeeeeaaaaaah!).

Oh ya, tentang aksi di buku ini, beberapa orang yang nggak biasa baca buku tentang pembunuhan, ataupun aksi-aksi yang keras, saya saranin banget-banget buat nggak baca buku ini. Karena adegan pembunuhan atau apapun itu yang dilakukan oleh Francis benar-benar kesannya keras banget, mengerikan, dan—kalo anda merupakan orang yang perasa—bener-bener bisa bikin takut karena bayangin adegan yang dilakukan Francis pada korban (well, karena saya sukanya membayangkan adegan yang ada di buku, jadi begitulah).

Sebenarnya, kesan kalo buku ini memiliki kisah yang ‘menakutkan’ udah bisa langsung dilihat dari posternya yang full warna merah (well, gimana-gimana, merah kan warna yang bisa menggambarkan—nggak tau, ya—dendam, amarah, sifat keji, dan begitulah). Covernya merah di mana-mana, dan meyakinkan banget kalo novel ini pasti sifatnya horor dan thrilling, gitu. Walaupun gambar depannya, menurut saya sih, agak nggak jelas apakah itu tanduknya naga, atau leher naga, atau punggung naga, atau perut naga, atau malah ekor naga, tetep aja sih kesannya horor dan menakutkan begitu.

DSC_0037

Cerita yang bagus, aksi yang keren dan menakutkan, penokohan yang detail dan dalam, hanya sayang sekali editorial buku ini masih nggak rapi. Ada banyak kesalahan pengetikan yang bisa saya temukan di buku ini. Walaupun nggak mengubah alur ceerita dan nggak bikin pembaca kebingungan, tetap saja kesalahan editorial masih bisa dibilang pengganggu menurut saya. Well, bagaimanapun juga tetap baca kisahnya, dan siap-siap buat bermimpi buruk.

p.s.: dibaca pas malem-malem nggak papa kok, nggak akan ada sesuatu yang muncul dari lemari pakaianmu ataupun kolong tempat tidurmu. Hahahaha.

Monday, 26 August 2013

Sherlock Holmes: Empat Pemburu Harta-Sir Arthur Conan Doyle

Setelah berbulan-bulan menganggur dan tak mendapatkan kasus apapun untuk diselesaikan, Sherlock Holmes dan asistennya, Watson, kembali mendapatkan klien. Klien yang akhirnya membuat Holmes menghentikan hobinya selama menganggur, mengisap kokain, merupakan seorang wanita cantik yang bekerja sebagai pengurus rumah sebuah keluarga kaya. Wanita itu, bernama Mary Morstan, secara langsung mendatangi kediaman Holmes dan Watson di Baker Street dan menceritakan masalahnya.

Selama enam tahun belakangan, Mary selalu mendapatkan kiriman berupa mutiara asli yang sangat berharga tiap tahunnya. Siapa pengirimnya, itulah yang tidak diketahui oleh Mary, dan beberapa hari sebelum mendatangi kediaman Holmes, Mary mendapatkan sepucuk surat yang diduga dikirim oleh pengirim yang juga tiap tahun mengirimkan mutiara pada Mary. Surat itu berisi ajakan agar Mary menemui sang pengirim. Karena diijinkan untuk membawa dua orang rekan, maka Mary mengajak sang detektif kondang itu dan asistennya.

Setelah ditemui, sang pengirim rupanya seorang yang pendek dengan tubuh lebar dan kepala botak. Ia mengaku bernama Thaddeus Sholto, putra Kapten John Sholto, rekan dari ayah Mary ketika bertugas di India. Thaddeus menceritakan bahwa ketika Kapten Sholto dan ayah Mary, Arthur Morstan, bekerja bersama di India, mereka menemukan harta dalam jumlah yang banyak. Tetapi Kapten Sholto berbalik dan malah mengkhianati Arthur, Kapten Sholto membawa kabur harta itu sendiri dan kembali ke London. Hingga akhirnya, sepuluh tahun sebelum Mary mendatangi Holmes, Arthur memutuskan untuk kembali ke London. Kendati sudah berada di London, Mary tetap kesulitan menemui ayahnya sendiri. Hingga beberapa hari setelah Arthur memberi kabar pada Mary bahwa ia telah berada di London, Arthur ditemukan tidak bernyawa lagi di kamar apartemennya. Lalu Mary mulai menerima kiriman mutiara berharga yang ternyata dikirim oleh Keluarga Sholto. Kapten Sholto sendiri juga telah meninggal tak lama setelah Arthur tewas.

Malam itu ketika Kapten Sholto yang tengah terbaring kesakitan, dan tengah meregang nyawa, menceritakan kepada kedua putranya perihal harta yang ia dapatkan. Tetapi, ia malah melihat bayangan seseorang yang ia kenal ketika di India sedang mengintip dari jendela kamarnya. Bayangan tersebut seakan mengancamnya, sehingga membuat Kapten Sholto ketakutan. Thaddeus dan kakaknya yang secara spontan mencari si pengintai ternyata malah tidak menemukan siapapun, dan sekembalinya mereka ke kamar ayah mereka, mereka malah menemukan ayah mereka telah tak bernyawa dan sebuah surat yang ditandai oleh ‘Empat Pemburu Harta’ yang sepertinya juga mengincar harta yang telah dibawa Kapten Sholto. Beruntung bahwa harta tersebut ternyata telah dipindahkan dari rumah Kapten Sholto ke kediaman kakak Thaddeus tersebut, Bartholomew Sholto.

Karena merasa bahwa keluarga Morstan berhak mendapatkan harta tersebut, maka Thaddeus mengundang Mary untuk mengambil sebagian harta di kediaman kakak Thaddeus. Nyatanya setelah mereka mendatangi kediaman Bartholomew, Bartholomew malah ditemukan tewas di kamarnya dan peti yang digunakan untuk menyimpan harta juga telah hilang. Sang pencuri diduga merupakan orang yang sama yang mengintai Kapten Sholto dan yang meninggalkan tanda ‘Empat Pemburu Harta’. Setelah melakukan penelusuran dan penyidikan sementara di TKP, Holmes pun mendapatkan informasi bahwa sang pencuri merupakan seorang pincang dan ia menggunakan kaki kayu untuk membantunya berjalan dengan benar. Dan si pencuri sepertinya tidak sendirian, ia membawa seseorang lain untuk membantunya melakukan aksi pencurian harta tersebut.

DSC_0340

Kisah ini lebih menceritakan mengenai pengejaran seorang pencuri, jadi daripada menyebut kisah ini sebagai suatu kisah yang menceritakan mengenai kehebatan Sherlock Holmes dalam menyelesaikan kasus, mungkin kisah ini lebih cocok disebut sebagai kisah pengejaran dan penangkapan ‘Empat Pemburu Harta’. Konflik pertama, kematian ayah Mary yang misterius, pun akhirnya dapat dengan mudah diselesaikan. Konflik kedua, ketika Mary mulai menerima kiriman berupa mutiara yang berharga, akhirnya si pengirim menunjukkan batang hidungnya dengan sendirinya. Konflik ketiga, ketika Bartholomew Sholto ditemukan tewas di kamarnya dan harta karun yang ditemukan ayahnya menghilang, pencurinya pun dengan mudah ditebak oleh Sherlock Holmes. Maka, tugas Sherlock Holmes hanyalah tinggal menemukan tempat si pencuri kira-kira akan melarikan diri, yang akhirnya juga dengan mudah ditebak oleh Holmes. Kesimpulannya, Holmes hanya tinggal menunggu waktu yang tepat sampai akhirnya si pencuri melemah, dan Holmes dapat langsung menangkapnya.

Oke, mungkin dari resensi yang saya buat, kisah ini bisa jadi agak sedikit membosankan. Well, sejujurnya, saya pun sedikit merasa bosan ketika membaca kisah yang satu ini, karena memang dasarnya sedari dulu dicekoki komik detektif semacam Komik Detektif Conan, jadi untuk kisah yang cuma sekedar mengejar si penjahat, kisah ini sedikit membosankan. Tapi nggak adil rasanya kalo hanya memperhatikan kisah pengejarannya saja tanpa melihat deduksi-deduksi Holmes.

Holmes, seperti biasa, memberikan deduksi-deduksinya setelah mendapatkan petunjuk-petunjuk sepele dan sangat sederhana, selalu memperhatikan hal-hal kecil secara detail, dan tentu saja dengan pembawaan yang tenang. Karena itu Holmes dengan mudah mendapatkan figur si pencuri harta sekaligus partnernya. Holmes bahkan dengan mudah mendapatkan lokasi si pencuri kemungkinan akan kabur, menggunakan kendaraan macam apa, dan siapa saja yang membantu si pencuri.

Sementara Watson, asisten Holmes, yang juga berperan sebagai pencerita, di kisah ini cukup banyak kemunculannya, nggak sekedar sebagai pembantu Holmes dan pencerita. Ia jatuh cinta kepada klien Holmes, Mary Morstan, dan bertugas untuk melindungi Mary sementara Holmes menyelesaikan kasusnya. Dan benar sekali, kalo di film SherlockHolmes (yang bintangnya Robert Downey Jr. dan Jude Law), Mary Morstan adalah wanita yang menjadi tunangan Watson. Mary Morstan versi buku dan versi film juga memiliki karakter yang berbeda jauh. Jika di film Mary terkesan tough, terhormat, pemberani, dan sedikit culas terutama pada Holmes, Mary versi buku sangat berkebalikan dengan versi filmnya. Mary versi buku jauh lebih lembut dan terkesan lemah terhadap apapun.

Mungkin ini pertama kalinya saya baca lagi kisah Sherlock Holmes sejak terakhir kalinya saya baca kisahnya, lupa deh, waktu itu jaman SMP kalo nggak salah. In the end, walaupun sedikit membosankan, di buku ini pembaca tetap bisa mengagumi Sherlock Holmes dan kemampuan detektifnya.