Showing posts with label classic. Show all posts
Showing posts with label classic. Show all posts

Friday, 23 June 2017

The Wonderful Wizard of Oz-L. Frank Baum

101130LargeThe Wonderful Wizard of Oz oleh L. Frank Baum

Mulai dibaca: 04 April 2017
Selesai dibaca: 04 April 2017

Judul: The Wonderful Wizard of Oz
Penulis: L. Frank Baum
Penerbit: Trans Atlantic Press
Bahasa: Inggris
Tahun terbit: 2012
Tebal buku: 144 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-190-853-330-2
Harga: Rp.45.000 (Big Bad Wolf)

Rating: 4/5

Dorothy lived in the midst of the great Kansas prairies, with Uncle Henry, who was a farmer, and Aunt Em, who was the farmer’s wife. (hal. 13)

Dorothy tinggal di daerah Kansas bersama Paman Henry dan Bibi Em yang bekerja sebagai petani. Suatu hari, ketika sedang bermain bersama anjingnya, sebuah angin puting beliung menerjang rumah mereka. Mereka cepat-cepat bersembunyi sambil merasakan bila keadaan sudah cukup aman. Tapi angin puting beliung malah menerbangkan rumah mereka dan memutar-mutarnya. Ketika sudah merasa tidak lagi berputar dan rumah mereka kembali mendarat, Dorothy pun keluar untuk memeriksa keadaan. Tapi ia tidak dapat menemukan Paman Henry dan Bibi Em, Dorothy bahkan tidak yakin ia berada di mana sekarang. Mungkinkah angin puting beliung tadi membawanya ke tempat lain, karena ketika ia keluar dari rumahnya ia tidak melihat pemandangan seperti yang biasa ia lihat di Kansas.

“You are welcome, most noble Sorceress, to the land of the Munchkins.” (hal. 18)

Rupanya Dorothy berada di negeri yang ajaib, Negeri Oz. Negeri Oz ditinggali oleh dua penyihir jahat dan dua penyihir baik, salah satu penyihir yang baik dan penguasa negeri itu adalah Oz yang hidup di Kota Emerald. Walaupun dipenuhi dengan hal-hal menakjubkan, Dorothy tetap ingin kembali ke Kansas, ke rumah Paman Henry dan Bibi Em. Maka pergilah ia ke Kota Emerald dengan harapan Oz dapat membantunya untuk pulang.

“Where is this city?” asked Dorothy.
“It is exactly in the center of the country, and is ruled by Oz, the Great Wizard I told you of.”
(hal.22)

Dalam perjalanannya menuju Kota Emerald, Dorothy rupanya bertemu dengan makhluk-makhluk aneh yang juga memiliki permintaan, ada orang-orangan sawah yang ingin mendapatkan otak, manusia kaleng yang menginginkan perasaan, dan seekor singa yang mengharapkan keberanian. Maka, berangkatlah keempatnya menuju Kota Emerald tempat tinggal penyihir hebat penguasa negeri, Oz.

DSC_0019-blog

Tuesday, 7 February 2017

The Old Man and the Sea-Ernest Hemingway

9780684801223_p0_v1_s1200x630The Old Man and the Sea oleh Ernest Hemingway

Mulai dibaca: 04 Januari 2017
Selesai dibaca: 18 Januari 2017

Judul asli: The Old Man and the Sea
Penulis: Ernest Hemingway
Penerbit: Wilco Publishing House, India
Tahun terbit: 2014
Bahasa: Inggris
ISBN:978-818-252-877-2
Format: Hard Cover
Harga: Rp.60.000 (Big Bad Wolf Surabaya)

Rating: 3/5

He was an old man who fished alone in a skiff in the Gulf Stream and he had gone eighty-four days now without taking a fish.

Sudah delapan puluh empat hari ia melaut, dan tak satupun ikan yang bisa ia tangkap. Ia sudah tua, tapi semangatnya untuk menangkap ikan masih terus bergolak seperti ombak lautan. Tubuhnya penuh goresan luka yang sudah lama ada di situ, tapi matanya yang sebiru laut masih memancarkan semangat. Dan di hari ke delapan puluh lima, dengan semangat yang masih tinggi dan penuh optimisme, ia kembali melaut. Ia yakin, kali ini ia akan berhasil menangkap ikan. Bukan hanya sekadar ikan biasa yang bisa dengan mudah ditangkap siapapun di lautan, tapi ikan marlin yang besar yang akan ia jadikan trofi. Di hari ke delapan puluh limanya ia melaut, ternyata ia harus menghadapi petualangan yang membahayakan hidupnya selama ia berada di tengah laut. Sinar terik matahari, dehidrasi, sekumpulan ikan besar yang mengombang-ambing perahunya, dan juga sekawanan hiu. Petualangannya kali itu tak sekadar membuatnya lebih sabar dalam menunggu ikan besar yang memakan umpannya, tapi membuatnya menghadapi sekawanan hiu yang ingin memakannya.

DSC_0092-ed

Thursday, 5 December 2013

Sherlock Holmes: Penelusuran Benang Merah (A Study in Scarlet)-Sir Arthur Conan Doyle

Dr. John Watson yang merupakan pensiunan tim medis angkatan darat yang ditugaskan di Afghanistan akhirnya kembali ke kota asalnya London setelah dinyatakan terluka dan tak mampu lagi bekerja membantu di medan perang. Dengan mengandalkan dana pensiunan, Dr. Watson memulai hidupnya yang baru sebatang kara. Walaupun disokong oleh dana pensiunan, tetap saja dana tersebut tak dapat mencukupi kebutuhannya dalam masalah makan dan tempat tinggal. Hotel yang didiaminya seorang diri masih dinilai terlalu mahal untuk pensiunan medis angkatan darat. Beruntung, Watson bertemu dengan seorang teman lama. Temannya bercerita bahwa ia sempat mengobrol dengan seseorang yang tergolong cukup aneh yang selalu menghabiskan waktunya untuk bereksperimen di laboratorium di sebuah rumah sakit, orang aneh yang bernama Sherlock Holmes ini juga membutuhkan seorang teman untuk diajak tinggal bersamanya dalam satu apartemen sehingga mampu meringankan biaya sewa apartemen tersebut.

Karena Watson merasa hal tersebut ide yang bagus, Watson pun mengajukan diri sebagai teman untuk berbagi apartemen bersama Mr. Holmes. Malam harinya, Watson pun menemui Sherlock Holmes di laboratorium tempat biasanya ia bereksperimen. Saat ditemui, Mr. Holmes ternyata sedang melakukan eksperimen, begitu mendengar bahwa ia kedatangan tamu Mr. Holmes langsung menyambut kedua tamunya. Yang membuat Watson tercengang adalah, Holmes langsung tahu bahwa Watson baru saja datang dari Afghanistan. Bagaimana Holmes bisa tahu? Watson bahkan belum memperkenalkan diri dengan baik.

Karena tak memiliki pilihan lain, Watson pun akhirnya tinggal bersama Mr. Holmes dalam satu apartemen. Selama seminggu tinggal bersama Holmes, Watson masih belum bisa menebak apa sebenarnya pekerjaan Sherlock Holmes. Holmes kebanyakan duduk diam di ruang tengah dengan pandangan menerawang, seakan-akan berpikir, terkadang ia terlihat seperti seseorang yang kecanduan narkotika. Holmes ternyata juga cukup lihai dalam memainkan biola, ia sering memainkan lagu-lagu klasik yang indah, tapi ia juga sering memainkan nada-nada yang tak diketahui yang mungkin menggambarkan isi hatinya. Walaupun terlihat menganggur, Holmes ternyata cukup sering mendapat kunjungan, dari golongan bangsawan hingga portir, tamu-tamu yang mengunjungi Holmes sering diklaim olehnya sebagai kliennya. Watson pun semakin bertambah heran, berhubung Holmes tidak menempuh pendidikan medis secara formal tetapi ia memiliki klien yang hampir tiap hari mengunjunginya.

Suatu hari Holmes menerima surat yang berisi tentang sebuah pembunuhan. Surat tersebut ternyata dikirim oleh seorang detektif polisi ‘Scotland Yard’. Detektif polisi tersebut secara terang-terangan meminta bantuan Sherlock Holmes untuk memecahkan kasus pembunuhan yang dinilai cukup membingungkan. Dari surat tersebut, Holmes bercerita pada Watson bahwa ia adalah detektif swasta yang pemikiran dan deduksinya sering dibutuhkan oleh detektif-detektif lain yang kurang kompeten tersebut untuk memecahkan suatu teka-teki.

Mengenai kasus pembunuhan yang terjadi, korban bernama Enoch J. Drebber, yang mukanya dideskripsikan Watson sebagai muka terseram yang pernah ia lihat. Enoch ditemukan tewas di sebuah rumah yang tidak ditinggali lagi oleh pemiliknya. Ia diduga tewas karena racun, karena tidak terdapat tanda-tanda terjadi kekerasan pada tubuhnya walaupun ada bercak-bercak darah yang menempel di pakaiannya. Di TKP pembunuhan Mr. Drebber ditemukan cincin kawin untuk wanita. Tetapi pelakunya, menurut deduksi Holmes, merupakan orang yang tinggi besar. Mr. Drebber yang ternyata berasal dari Amerika ternyata tidak datang ke London seorang diri, ia datang bersama sekretarisnya, Mr. Stangerson yang masih dicari keberadaannya. Beberapa hari setelah dilakukan pencarian terhadap Mr. Stangerson, ternyata Mr. Stangerson ditemukan tewas di hotel tempatnya singgah. Ia ditemukan dengan keadaan lebih mengenaskan daripada Mr. Drebber. Pelakunya kemungkinan besar merupakan pelaku yang sama. Tetapi pada kedua TKP, pelaku meninggalkan tulisan ‘RACHE’ yang dalam Bahasa Jerman berupa ‘Pembalasan’ di dinding dekat korban.

Inilah kisah pertama dari petualangan Sherlock Holmes yang dipublikasikan oleh penulis. Kisah yang diceritakan berdasarkan catatan harian yang ditulis oleh Dr. John Watson ini diawali dengan sejarah singkat Dr. Watson yang bekerja sebagai tenaga medis angkatan darat di Afghanistan, Dr. Watson akhirnya dibebas tugaskan karena terluka oleh tembakan, dan kembali ke daratan London dan akhirnya berkenalan dengan orang aneh yang akhirnya menjadi teman berbagi apartemen, Sherlock Holmes. Sherlock Holmes digambarkan sebagai seorang yang memiliki kemampuan deduksi lebih baik dari detektif manapun. Karena ini merupakan kisah pertama yang diterbitkan, saya rasa wajar kalau banyak pembaca menilai Holmes sebagai orang yang arogan. Tetapi, pembawaannya yang arogan tersebut bisa jadi membuat kemampuannya tidak bisa dianggap remeh oleh orang lain, terbukti dengan permintaan-permintaan dari banyak orang bahkan detektif polisi sekalipun, walaupun memberikan deduksi dengan sifat arogan, permintaan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang membingungkan tetap berdatangan.

DSC_0050

Untuk kasusnya sendiri, sebagai buku pertama kasus yang dipaparkan terbilang seru banget, dan ya menegangkan banget buat menunjukkan kemampuan deduksi Holmes pertama kali kepada pembaca. Kadang-kadang saya berpikir bahwa kemampuan deduksi milik Holmes ini khayal banget dan kesannya itu magic, Holmes hanya butuh sekali pengamatan TKP dan pengamatan pada korban, lalu tunggu beberapa hari dan tadaaaaa, ia akan menangkap pelakunya. Karena saya lebih sering baca kisah detektif yang dalam bentuk komik, dan kesannya adalah, detektif itu dapat beberapa petunjuk lalu akhirnya ia membongkar semuanya sekaligus menangkap pelaku kasus, kisahnya Holmes ini jelas berbeda banget dengan detektif yang ada di komik, Holmes mendapatkan beberapa petunjuk, menganalisa kasus lebih detail berdasarkan petunjuknya, ia dapat pelakunya tapi belum menangkapnya, lalu langkah selanjutnya ia hanya tinggal memasang jebakan—atau malah mengejar—dan si pelaku datang sendirinya kepada Holmes, nah letak serunya mungkin di aksi mengejar si pelakunya, dan di buku ini cara Holmes menjebak si pelaku tergolong konyol sekali maksudnya di luar dugaan. Yang membedakan kisah Holmes dengan kisah detektif yang ada di komik adalah, kalo di komik-komik detektif kesan yang ditunjukkan adalah memberi kejutan kepada pembaca dengan tidak memberikan petunjuk-petunjuk yang didapatkan secara detail kepada pembaca (kan biasanya ada tuh adegan pas si detektif nemuin petunjuk tambahan—bahkan yang bisa jadi kunci kasus—dan bisa membongkar semuanya, tapi petunjuk penting itu gak dikasih tau ke pembaca), di dalam kisah petualangan Holmes petunjuk-petunjuk yang didapatkan Holmes semuanya dipaparkan kepada pembaca, yang perlu dilakukan oleh pembaca adalah membayangkan lokasi, setting, detail, semuanya sesuai dengan deskripsi yang diberikan. Hayo, susah yang mana?

Buku ini ternyata nggak hanya menceritakan tentang kasus dan penangkapan pelakunya, lho. Bahkan motif dan latar belakang pelaku dalam membunuh korbannya juga diceritakan, bahkan sangat detail sekali, mungkin supaya pembaca juga mengerti dan paham banget kenapa si pelaku pmbunuhan sampai harus melakukan pembunuhan tersebut. Kisah latar belakangnya bisa dibilang sukses bikin saya simpati, dan sukses juga bikin saya paham mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh si pelaku, maksudnya sukses bikin saya berpikir, ‘Well, mungkin kalo saya jadi si pelaku, i’ll do the same thing.’

Pada akhirnya, walaupun kemampuan Holmes terkesan magic, saya yakin banget kalo kemampuan itu bisa banget dipelajari, yang dibutuhkan hanyalah ketelitian, dan nggak lengah terhadap hal kecil apapun.

Sunday, 20 October 2013

Frankenstein-Mary Shelley

Victor Frankenstein merupakan pemuda dengan kejeniusan yang tinggi. Sejak kecil, ia selalu terkesima dan penuh rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan. Victor merupakan sulung dari tiga bersaudara. Keluarganya merupakan keluarga terpandang di Jenewa, ayah dan ibunya menganggap bahwa Victor kelak akan menjadi pemuda yang dapat membanggakan keluarganya. Victor yang jenius selalu belajar dan melahap buku pengetahuan apapun yang ia dapatkan, baginya tak ada yang lebih menarik hatinya daripada ilmu pengetahuan dan mister-misteri yang tersembunyi dibaliknya. Demi memuaskan rasa hausnya akan ilmu pengetahuan, ayah dan ibunya bahkan sampai rela menyekolahkan Victor hingga tingkat perguruan tinggi agar kelak Victor dapat meneliti, menemukan, atau bahkan menciptakan suatu bentuk pengetahuan baru yang dapat lebih melambungkan nama keluarganya. Victor pun melanjutkan sekolahnya hingga perguruan tinggi terkemuka di Perguruan Tinggi Ingolstadt, di bawah bimbingan Profesor Krempe yang angkuh dan Profesor Wald yang terbuka, nafsu Victor dalam menciptakan suatu penemuan baru semakin terpacu.

Hingga suatu ketika, Victor mendapatkan ide untuk menciptakan suatu jenis spesies manusia yang tak tertandingi. Ia hendak menciptakan manusia buatan, yang ia hidupkan sendiri dengan organ-organ rumit seperti pada diri manusia normal. Victor memutuskan untuk membuat manusia raksasa yang memiliki tinggi badan dua setengah meter dan organ-organ lainnya yang serba besar. Terdorong dengan ide untuk menciptakan manusia buatan, siang dan malam Victor bekerja tanpa henti demi melihat manusia buatannya hidup. Hingga suatu hari, ketika Victor terbangun di asramanya di Ingolstadt, ia dikejutkan oleh suatu makhluk, makhluk yang tinggi besar, rupa pucat lagi mengerikan. Tanpa berpikir dua kali, Victor langsung meninggalkan kamarnya karena ketakutan dengan makhluk yang menyambutnya ketika ia bangun. Ia terlambat menyadari, bahwa makhluk yang berada di kamarnya adalah tak lain makhluk ciptaannya sendiri. Ia terkejut menyadari bahwa manusia ciptaannya ternyata berupa pucat dan seburuk rupa iblis.

Victor pun terpaksa kembali ke kamarnya karena kondisinya yang mulai melemah akibat bekerja tak kenal waktu. Ia berharap ia tak lagi menemukan makhluk buruk rupa ciptaannya lagi. Harapannya terkabul, makhluk itu pun seakan lenyap, ia tidak berada di kamarnya ataupun di laboratoriumnya tempat ia menciptakan manusia raksasa tersebut. Victor pun akhirnya beristirahat dengan tenang untuk menguatkan kondisi tubuhnya. Hingga beberapa bulan berselang, Victor mendapat surat dari sang ayah di Jenewa, ayahnya mengabarkan bahwa adik bungsunya William tewas ketika bermain bersama saudaranya. Dalam suratnya, ayah Victor mengabarkan bahwa William tewas dicekik dan keluarganya dirudung duka yang mendalam, Victor pun diminta untuk segera pulang, menemui, dan menghibur anggota keluarga lainnya yang tengah berduka.

Sesampainya Victor di tanah kelahirannya, ia memutuskan untuk langsung menelusuri tempat kejadian tewasnya William. Di tengah penelusurannya, Victor malah dikejutkan oleh kehadiran sosok tinggi besar yang tak asing lagi baginya. Ia lalu merunut kejadian mulai dari lenyapnya makhluk ciptaannya hingga tewasnya William, dan terakhir ia dipertemukan kembali dengan ciptaannya di tempat William tewas dicekik, William pastilah dicekik oleh makhluk buruk rupa ciptaannya sendiri. Victor pun menyadari bahwa tewasnya William terjadi karena makhluk yang ia ciptakan, dan makhluk itu pun pasti tidak akan berhenti menebarkan musibah kepada manusia.

Di lain kesempatan, makhluk ciptaan Victor akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menceritakan hari-harinya setelah ia benar-benar hidup. Ketika ia akhirnya memutuskan untuk menjelajah dunia manusia yang sangat luas, untuk menebarkan persahabatan dan kasih sayang kepada manusia, tapi malah kebencian yang diberikan oleh manusia. Makhluk itu pun akhirnya bersumpah akan membuat Victor merasakan penderitaan seperti yang ia alami.

Semua orang tahu tentang Frankenstein, monster raksasa berkulit hijau yang diciptakan oleh seorang profesor gila dengan dua paku menancap di pelipisnya, tapi berapa banyak sih yang tahu cerita asli dari si monster yang disebut ‘Frankenstein’ ini? Berapa orang sih yang tahu kalo ‘Frankenstein’ itu bukan nama monsternya?

Yup, buku ini berhasil membuka mata saya tentang kisah ‘Frankenstein’, dan yang terpenting adalah siapa sebenarnya yang ‘Frankenstein’. Kebanyakan film menggambarkan bahwa monster yang diciptakan oleh dokter gila itu namanya ‘Frankenstein’, si Frankenstein ini akhirnya diketahui keberadaannya oleh penduduk sekitar, dan penduduk tersebut bersama-sama menyusun strategi untuk memusnahkan si monster sekaligus penciptanya, entah yang gubuknya dibakar, atau dikejar-kejar sampai nggak ketahuan si monster berada di mana, dan sebagainya.

Di luar dugaan, kisah ini nggak hanya menghadirkan cerita tragis yang disebabkan oleh monster, kisah ini juga nggak luput oleh kesedihan, yang secara mengejutkan dialami oleh si monster—well, saya lebih tersentuh dengan cerita menyedihkan si monster daripada cerita menyedihkan yang dialami oleh Victor—yang ternyata memiliki sifat yang lembut dan penuh kasih sayang, dan ya saya jadi ikut sedih membaca kisah si monster yang selalu dibenci oleh manusia padahal ia memiliki niat yang baik. Sedangkan untuk Victor Frankenstein sendiri, yang walaupun bertubi-tubi mengalami tragedi, sejak awal cerita hingga cerita selesai tetep aja nggak bikin saya merasa simpatik. Sikap Victor yang langsung jiijik ketika ciptaannya menyambutnya saat ia bangun, menunjukkan bahwa ia orang yang plin-plan, orang yang sedikit munafik, dan itu benar-benar sifat yang ‘nggak banget’ di kalangan manusia pada umumnya. Victor seakan-akan menyalahkan bahwa sifat kejam yang dimiliki monster itu murni berasal dari diri monster itu sendiri, dan ia sama sekali tidak menyadari sikapnya dan akibat dari sikapnya yang ia berikan kepada ciptaannya. Dan sekali lagi, Victor Frankenstein bukanlah tokoh favorit saya di buku ini, walaupun ia tokoh utama.

Jadi, yang paling saya suka dari buku ini adalah, walaupun ini cerita fantasi dan bukan drama romantis, gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini benar-benar mengingatkan saya dengan buku-buku karangan Jane Austen, entah karena diterbitkan pada awal-awal tahun 1810-an atau apa, gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini terlampau halus dan ‘nggak banget’ untuk digunakan dalam karya fantasi, apalagi kisah yang menceritakan tentang monster. Tapi, bukannya jadi nilai minus, saya malah suka dengan penggunaan bahasa pada buku ini, kesannya malah jadi sweet dan unik sekali, nggak terkesan kasar. Walaupun menceritakan tentang monster yang identik dengan dunia anak-anak, saya rasa buku ini nggak cocok sekali jika ditujukan untuk anak-anak. Tidak hanya konten cerita yang ada di buku ataupun bahasa yang digunakan yang akan membuat anak-anak jadi tidak mengerti, buku ini setelah dibaca ternyata bersifat ‘darker’ daripada perkiraan saya, dan tentu saja ‘darker’ daripada covernya, dan ke-darker-an buku ini nggak baik dibaca anak-anak yang harusnya positive side-nya dikembangkan. Sebenarnya kesan gelap dan suram sudah bisa dilihat sejak pembaca melihat cover depannya yang serba hitam dan cuma dihiasi oleh judul buku dan nama pengarang yang berwarna merah yang juga agak gelap. Cover bukunya saja sudah memberitahu pembaca bahwa kisah ini nggak sekedar kisah petualangan aja, ada yang kisah yang lebih ngena dibalik cover buku ini.

DSC_0002

Sempat bosan juga setelah membaca cerita pertama yang diceritakan dalam sebuah surat perjalanan, sempet berpikir bahwa cerita monster pastilah ceritanya dibikin dalam bentuk surat perjalanan atau catatan harian atau sejenisnya (saya baca kisah Dracula lebih dulu, dan kisah tentang Dracula memang dituliskan dalam bentuk surat perjalanan dan catatan harian), ternyata surat perjalanannya hanya sebagai pembuka, dan ternyata ceritanya berlanjut seperti novel-novel pada umumnya.

Jadi, ada beberapa hal yang bisa saya dapatkan dari buku ini. Yang pertama adalah, tentu saja, Frankenstein itu bukan nama monsternya, tapi nama si jenius yang terobsesi menciptakan sesuatu yang tak tertandingi. Kedua, si monster ternyata memiliki sifat yang lembut dan penuh kasih sayang. Yang ketiga dan yang terakhir dan yang paling penting adalah bahwa manusia selalu melihat bentuk fisik makhluk lainnya, walaupun mereka selalu menggaungkan ‘fisik bukan nomor satu’, tapi tetap saja mereka akan jijik melihat si monster yang ternyata baik hatinya.