Mulai
dibaca: 18 Mei 2017
Selesai dibaca: 28 Mei
2017
Judul:
Cinder
Penulis: Marissa Meyer
Penerbit: Spring
Bahasa: Indonesia
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Tahun terbit:
Januari 2016 (cetakan pertama)
Tebal buku:384 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-602-715-054-6
Harga: Rp. 79.000 (Penerbit Spring)
Rating: 2/5
Sekrup yang terpasang di pergelangan kaki Cinder telah berkarat. Tanda silang yang terukir di sekrup itu sudah aus, meninggalkan sebuah lingkaran yang cacat. (hal. 7)
Bumi terserang wabah aneh. Wabah demam biru yang menjangkiti umat manusia sangat mudah menyebar dan pengidapnya dapat menemui ajal dalam jangka waktu yang sangat cepat. Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit itu. Penyakit tersebut bahkan telah merenggut nyawa Kaisar New Beijing, membuat Pangeran Kai naik takhta lebih cepat. Wabah yang telah meluas tersebut rupanya dimanfaatkan oleh penduduk Bulan untuk segera menguasai bumi. Pernikahan Ratu Bulan dan Pangeran Kai sudah diatur jauh sebelumnya, tapi sebenarnya hal tersebut hanyalah akal-akalan Ratu untuk menguasai bumi. Ditambah dengan wabah yang merebak, semakin memuluskan tujuan utama Ratu Bulan yang sudah kebal terhadap penyakit tersebut. Sementara itu, Cinder, gadis cyborg yang bekerja sebagai mekanik juga menyaksikan sendiri akibat dari wabah demam biru yang diidap oleh adik tirinya.
Cinder menggigil. Dia mengusap-usap lengannya, memeriksa apakah ada titik noda. Dia tidak melihat satu pun, tapi dia menatap sarung tangan kanannya dengan curiga, tidak ingin melepasnya, tidak ingin memeriksa. (hal. 55)
Dan karena Cinder yang saat itu merupakan yang pertama mengetahui bahwa adiknya tertular, dicurigai bahwa ia yang telah menyebarkan wabah tersebut. Kecurigaan tersebut akhirnya menghilang karena Cinder telah terbukti tidak mengidap penyakit tersebut, malahan ia dapat dikatakan kebal terhadap wabah demam biru. Fenomena aneh yang terdapat dalam diri Cinder dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan suatu ramuan yang dapat mengobati bahkan mencegah demam biru yang menjangkiti penduduk di bumi. Tapi, mengapa hanya Cinder saja yang kebal terhadap wabah tersebut? Mungkinkah Cinder sebenarnya merupakan salah satu penduduk bulan yang kebal terhadap penyakit tersebut? Dan siapa yang menyangka bahwa Cinder dapat memperkeruh perseteruan antara Penduduk Bumi dengan Penduduk Bulan.
Cinder mengerutkan kening, mengabaikannya. Gadis itu sedang berpikir tentang Ratu di balkon, bagaimana optobioniknya telah memperingatkannya tentang sebuah kebohongan, bahkan ketika tidak ada yang mengatakan sesuatu. Entah bagaimana, otaknya mampu membedakan antara realitas dan ilusi, bahkan ketika matanya tidak bisa. (hal.236)
Disaat teman-teman saya sudah selesai membaca buku ketiga atau bahkan buku yang keempat dari seri ‘The Lunar Chronicles’, saya baru selesai membaca seri pembukanya. Saya memang nggak terlalu ngejar banget untuk menjadi pembaca pertama dari sebuah buku yang baru rilis. Kalau bukunya bukan dari salah satu penulis yang paling saya sukai, ya saya nggak akan terlalu menggebu-gebu untuk segera membeli dan membaca buku tersebut. Salah satunya buku ini. Well, biasanya juga, nih, kalau penulis tersebut baru melahirkan buku pertamanya, maka bisa jadi saya baru membaca bukunya setahun atau bahkan beberapa tahun setelah buku tersebut pertama kali dirilis. Sama seperti buku ini yang diterbitkan di Indonesia tahun lalu. Ulasan-ulasan untuk buku ini rata-rata menyebutkan bahwa buku ini memiliki petualangan yang seru. Jadi, setahun setelah diterbitkan, setelah membaca ulasan-ulasan untuk buku ini, akhirnya saya membeli buku ini.
Sekilas judulnya mengingatkan kita pada salah satu kisah klasik mengenai seorang putri yang awalnya adalah gadis yang biasa saja, Cinderella. Beberapa situasi dalam buku ini memang mengadaptasi kisah klasik putri Cinderella tersebut.
“Kau akan pergi ke pesta dansa!” Iko menangkupkan kedua tangan penjepitnya bersama-sama, menirukan tepukan tangan. “Kita harus mencari gaun untukmu, dan sepatu. Aku tidak akan membiarkanmu memakai sepatu bot mengerikan itu. Kita akan dapatkan sarung tangan baru dan—” (hal. 34)
Selain memiliki nama yang hampir sama dengan Cinderella, tokoh utama dalam buku ini, Cinder, merupakan seorang cyborg yang tinggal bersama ibu tiri dan kedua kakak perempuan tirinya. Selain itu, kisah ini juga melibatkan adanya pesta dansa yang mengundang seluruh gadis di seluruh penjuru negeri. Tapi tenang, nggak ada cerita di mana tokoh utama bertemu dengan ibu peri dan meninggalkan sepatu kacanya yang kelak membuatnya menikah dengan sang pangeran dan hidup bahagia selamanya. Nggak ada kisah semacam itu di buku ini. Konflik yang dihadapi oleh Cinder jauh lebih besar dibandingkan dengan ibu tiri yang jahat atau sepatu kaca yang tertinggal.
Ilustrasi Linh Cinder (sumber: goodreads)
Jadi, penduduk bumi dalam buku ini menghadapi ancaman yang membahayakan keberlangsungan hidup umat manusia. Selain harus menghadapi wabah demam biru, penduduk bumi juga harus bersiap-siap menghadapi invasi yang dilakukan oleh penduduk bulan. Dan sepertinya wabah demam biru yang menyebar di bumi sepertinya salah satu strategi penduduk bulan untuk semakin melemahkan penduduk bumi sehingga mereka lebih mudah menguasai bumi.
“...Penelitian terus menjadi prioritas utama kami,” kata Pangeran Kai sambil berpegangan ke sisi podiu. “Tim peneliti kami bertekad menemukan vaksin untuk penyakit yang sudah mengambil salah satu dari orangtua saya dan mengancam akan mengambil yang lainnya,...” (hal. 29)
Nah, di sinilah peran Cinder sebagai tokoh utama dalam kisah ini. Sebagai makhluk setengah manusia setengah robot, Cinder masih memiliki kemungkinan untuk terjangkit virus, tapi entah kenapa Cinder kebal terhadap penyakit tersebut dan makhluk yang bisa kebal terhadap penyakit tersebut hanyalah robot dan manusia bulan. Cinder yang bisa jadi merupakan makhluk bulan bisa saja mengungkapkan mengapa ia bisa sampai tinggal dan tumbuh di bumi, dan ia bisa menjadi satu-satunya cyborg yang dapat menolong manusia bumi mengungkapkan wujud manusia bulan yang sesungguhnya. Ketika pertama kali mendengar judul buku ini dan melihat sampul bukunya, anggapan saya mengenai cerita buku ini nggak jauh-jauh dari seorang putri cyborg yang bertarung melawan musuh-musuhnya. Pokoknya saya sudah ada bayangan bahwa tokoh utama buku ini, yang bernama Cinder, merupakan seorang cewek cyborg yang kuat, walaupun kuat di sini artinya nggak sekadar jago berantem tapi setidaknya tokoh ini punya cara yang cerdik untuk mengalahkan musuhnya. Dan ternyata setelah saya menyelesaikan buku ini, kesan saya terhadap Cinder sangat berbeda jauh dengan anggapan saya. Jangankan memiliki karakter sebagai cewek yang tangguh dan tipe petarung, karakter Cinder menurut saya tergolong biasa saja dan tidak memiliki keistimewaan sama sekali. Satu-satunya hal menarik dan menggugah rasa penasaran saya terhadap Cinder adalah asal-usulnya dan konfliknya dengan penguasa bulan.
Cinder beringsut, ingin bersembunyi. Jari-jari dingin menjepit seluruh jantungnya. Dia harus berlari, tetapi kakinya seperti telah meleleh di bawah tubuhnya. Retinanya menarik garis-garis yang membingungkan di seluruh penglihatannya, seolah matanya tidak mampu lagi memandang pesona Ratu meski hanya untuk sesaat. (hal. 202)
Sebenarnya, semua tokoh di dalam buku ini tidak meninggalkan kesan apapun dalam hati saya, bahkan Pangeran Kai yang digambarkan sebagai pangeran yang tampan pun tidak bisa menggugah minat saya terhadap buku ini.
Dan sekarang, ayahnya sedang sakit, tanpa harapan bisa
bertahan hidup.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa yang bisa lebih buruk
dari ini?
Mungkin orang-orang Bulan akan mendeklarasikan perang.
Kai
meringis, ingin mengambil kembali pikiran yang terlintas untuk kedua kalinya
itu. (hal. 105)
Antara karakter tokohnya yang digambaarkan dengan sangat lemah atau mungkin ceritanya yang juga disajikan dengan tidak cukup baik. Ceritanya menurut saya berjalan biasa saja, datar banget. Well, this is crazy, I think. Di beberapa ulasan, saya seperti memberi rating yang bagus untuk buku-buku fantasi termasuk buku anak-anak semacam ‘The Wonderful Wizard of Oz’ atau ‘Alice in Wonderland’, tapi memberi rating sebaliknya untuk buku-buku fantasi untuk kategori usia ‘Young-Adult’, padahal kalau dilihat-lihat kedua buku tersebut sama-sama memiliki latar tempat dan tokoh yang sangat nggak masuk akal. Tapi, memang itulah yang saya rasakan ketika membaca buku ini. Ceritanya biasa saja, alurnya lambat, dan sedikit membuat saya bosan dan geregetan.
Ilustrasi Linh Cinder dan identitas misteriusnya (sumber: Lunar Chronicles Wiki)
Hal baiknya mungkin dari penutup yang dibuat menggantung oleh penulis, sehingga membuat pembaca penasaran dan mau tidak mau harus membaca buku selanjutnya. Oke bagi saya untuk membaca buku selanjutnya, tapi tidak untuk memiliki, mungkin saya akan meminjam buku teman saya.
Tak lama lagi, seluruh dunia akan mencarinya—Linh
Cinder.
Cyborg cacat
dengan kaki yang hilang.
Orang Bulan dengan identitas curian.
Seorang
mekanik yang tidak punya seseorang, atau tempat untuk pergi.
Namun, mereka
akan mengejar hantu. (hal. 376)
makasih sudah share bukunya kak
ReplyDeleteisya hari ini