Wednesday, 16 August 2017

Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken-Jostein Gaarder & Klaus Hagerup

51csSSGDd5L._SY400_Perpustakaan Ajaib Bibbi Boken oleh Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup

Mulai dibaca:18 Juni 2017
Selesai dibaca: 26 Juni 2017

Judul: Perpustakaan Ajaib Bibbi Boken (The Magic Library)
Penulis: Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup
Penerbit: Mizan Media Utama
Bahasa: Indonesia
Penerjemah: Ridwana Saleh
Penyunting: Andityas Prabantoro
Tahun terbit: Maret 2016 (Cetakan kedua, edisi ketiga)
Tebal buku: 284 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-979-433-924-4
Harga: Rp.41.650 (Mizanstore)

Rating:3/5

Berit yang baik,

Senang sekali kita bisa bertemu waktu musim panas lalu. Menyenangkan sekali. Besok sudah mulai sekolah dan aku tak yakin akan gembira. Banyak sekali anak nakal. Tapi terserahlah, toh tahun depan aku tamat dan Nils Boyum Torgersen ini akan pindah ke sekolah menengah. (hal. 9)

Nils dan Berit merupakan dua sepupu yang tinggal di Norwegia. Untuk berkomunikasi mereka saling berkirim surat yang mereka tulis di sebuah buku, sehingga mereka tidak akan lupa apa yang telah mereka katakan sebelumnya, mereka tidak akan mengalami kesulitan mengumpulkan lembaran-lembaran surat, karena surat mereka ditulis dalam satu buku. Ada satu topik yang kerap diangkat dalam korespondensi mereka, yaitu tentang seorang wanita aneh bernama Bibbi Bokken yang selalu muncul di dekat mereka berdua. Melalui pengamatan mereka berdua, Bibbi Boken ternyata juga berkirim surat dengan seseorang mengenai buku yang belum ada. Dan Bibbi juga sepertinya mempelajari hal aneh tentang buku, ia ditemukan sedang mengamati tentang desimal aneh bernama Djuih.

Dewey, Nils. Itulah orang yang entah kapan mengembangkan sistem yang amat rumit, yang menjadi acuan dalam penataan bidang-bidang keilmuan di perpustakaan. (hal. 66)

Penelusuran mereka tentang Bibbi lebih jauh membawa mereka ke rumah Bibbi yang aneh, rumah perempuan yang tergila-gila dengan buku itu rupanya tidak memiliki rak buku sama sekali! Bahkan setumpuk buku saja tidak ada! Bibbi benar-benar wanita yang aneh. Dan masalah mereka mereka rupanya bukan hanya Bibbi Bokken, seorang laki-laki yang juga tak kalah anehnya tiba-tiba juga kerap muncul di manapun mereka berada. Laki-laki tersebut yang mereka sebut sebagai Smiley secara terang-terangan ingin memiliki buku surat mereka.

Tapi, kamu benar bahwa saat membaca, segala sesuatu bermain-main di kepala kita, karena sekarang aku merasa seolah melihat tali selempang biru mengilap milik Christopher Robin. Mungkin di salah satu bagian dalam otak kita tersimpan segala macam warna. Begitu pula dengan wewangian dan rasa. (hal. 46)

Buku-surat mereka memang bagus dan berisi petualangan memata-matai yang menegangkan, sih, tapi untuk apa si Smiley menginginkan buku-surat mereka? Orang-orang aneh penyuka buku ini memang mengherankan sekali.

DSC_0032-blog

Melihat nama Jostein Gaarder selalu terpikir tentang novel filsafatnya yang terkenal yang berjudul ‘Dunia Sophie’. Walaupun baru membaca buku lainnya yang berjudul ‘Dunia Anna’, saya rasa buku ‘Dunia Sophie’ pun juga akan menyadarkan pembaca mengenai pentingnya sesuatu dalam hidup manusia. Dan ketika saya membaca nama penulis di buku ini, saya juga berpikir bahwa buku ini pun nggak jauh dari filsafat yang membahas tentang literatur. Mungkin.

Siapa yang menjejakkan kedua kakinya
di tanah, akan berdiri tegak. (hal. 42)

Tapi ternyata bukan, ya. Buku ini menggambarkan petualangan dua sepupu Nils dan Berit yang menyelidiki wanita aneh yang menggilai buku, Bibbi Bokken. Nah, sementara menyelidiki wanita aneh tersebut, Nils dan Berit juga harus mempertahankan buku-surat mereka yang hendak direbut oleh Bibbi Bokken dan anak buahnya bernama Smiley. Jadi, kalau digambarkan secara  sederhana kelompok Nils dan Berit dan kelompok Bibbi Bokken ini saling kejar-kejaran, mereka saling mengejar kelompok yang lain. Di buku ini nggak ada kelompok yang benar-benar berperan sebagai pihak yang mengejar siapa maupun pihak yang bersembunyi dari siapa. Semuanya saling mengejar yang lainnya.

1494179

Oke, untuk sebuah cerita petualangan dan kucing-kucingan, menurut saya cerita di buku ini agak membosankan, padahal alurnya nggak bisa dibilang lambat. Di setiap surat yang dituliskan oleh Nils atau Berit mereka memberikan kemajuan yang cukup signifikan mengenai penyelidikan terhadap Bibbi Bokken. Mungkin saja saya yang terlalu menggebu-gebu untuk segera menemukan jawaban mengenai siapa sebenarnya Bibbi Bokken, sehingga nggak terlalu antusias membaca aksi penyelidikan Nils dan Berit.

“Jangan lakukan itu, Nils. Fantasimu adalah hal yang terpenting dari dirimu.” (hal. 118)

Buku ini dibagi menjadi dua bab. Bab pertama berjudul ‘Buku-Surat’ yang berisi korespondensi antara Nils dan Berit. Bab kedua berjudul ‘Perpustakaan’ yang merupakan bab di mana Nils dan Berit akhirnya menemukan jawaban mengenai si wanita aneh bernama Bibbi Bokken itu. Baik di bab Buku-Surat maupun bab Perpustakaan sebenarnya menggunakan sudut pandang yang sama, yaitu sudut pandang Nils dan Berit secara bergantian. Bedanya, ketika berada di bab Buku-Surat kita diberikan tanda mengenai sudut pandang siapakah yang sekarang digunakan, yaitu melalui sapaan yang ada di awal surat masing-masing, sementara di bab kedua pergantian sudut pandang hanya ditandai dengan pergantian alinea.

Kalau kamu telah mengatakan A, maka kamu telah mengatakan A dan harus menjalani segala resiko yang mengikutinya. Tapi itu tak berarti bahwa kamu juga harus mengatakan B. (hal. 129)

Di bab kedua, pembaca harus lebih jeli ketika membaca cerita untuk mengetahui sudut pandang siapakah yang digunakan karena nggak diberikan penanda sama sekali mengenai siapakah yang sedang bercerita. Pembaca harus benar-benar memerhatikan cerita si pendongeng yang menceritakan mengenai lawannya untuk mengetahui sudut pandang yang digunakan di bab ini. Di bab ini, pencerita paling tidak memberikan cerita sebanyak satu paragraf sebelum berpindah ke sudut pandang lainnya, hal itu menurut saya bisa jadi hal yang baik dan juga hal yang tidak baik. Di satu sisi, pergantian sudut pandang yang sangat cepat itu bisa jadi membuat pembaca kehilangan track mengenai sudut pandang yang digunakan jika tidak cukup jeli dan buru-buru ingin menyelesaikan buku ini, hal baiknya tentu pembaca bisa lebih memahami perasaan tokoh-tokoh yang menjadi pencerita terhadap semua keadaan bahkan lawan mainnya. Selain itu, pergantian sudut pandang yang cepat dalam bab ini sedikit menghapus kejengkelan saya atas rasa bosan yang disebabkan oleh bab sebelumnya.

perpustakaan-ajaib-bibbi-bokken

Sejujurnya, ketika membaca judulnya, saya juga berharap bahwa buku ini akan memberikan cerita tentang perpustakaan atau buku-buku.

“Tempat itu menyimoan buku-buku masa depan. Dengan cara begitu, budaya-tulis dari era kita akan langgeng dan terjaga, sehingga manusia juga dapat mengenal kita melalui karya-karya yang kita hasilkan. Mungkin baru berabad-abad mendatang tempat penyimpanan itu akan terwujud.” (hal. 223)

Saya berharap akan mendapatkan cerita mengenai sebuah perpustakaan yang sangat besar, menyimpan banyak buku juga hal-hal ajaib yang bisa dilakukan di sana. Tapi rupanya, porsi cerita mengenai perpustakaan ajaib tersebut sangat kurang dibandingkan cerita kucing-kucingan Nils dan Berit dengan Bibbi Bokken dan seorang pria aneh yang mereka sebut Smiley. Walaupun begitu, cerita singkat mengenai perpustakaan Bibbi Bokken tetap membuat saya kagum dan tentunya membuat saya sangat ingin memiliki perpustakaan seperti perpustakaan Bibbi. Perpustakaan bawah tanah, koleksi buku yang buanyak banget, tak terhitung jumlahnya, dengan koleksi buku-buku kuno yang langka yang sudah tidak bisa ditemukan lagi, tentu gambaran tersebut membuat banyak pecinta buku iri dan ingin memiliki hal serupa.

Oke, saya mau membahas sedikit tentang si pemilik perpustakaan ajaib, wanita aneh bernama Bibbi Bokken.

Ia menyebut dirinya Bibbi Bokken, dan namanya saja sudah menyimpan rahasia. Tapi, tak seorang pun di sini yang tahu, apa benar itu nama aslinya, karena ia tak pernah berbicara dengan siapa pun. (hal. 24)

Diceritakan bahwa Bibbi merupakan wanita super aneh yang tergila-gila akan buku. Bibbi sendiri merupakan sarjana ilmu perpustakaan dari universitas ternama Norwegia, sepertinya. Saya rasa penyebab Bibbi mengambil studi mengenai ilmu perpustakaan pastilah didasari oleh kecintaannya yang besar terhadap buku. Obsesi Bibbi terhadap buku, somehow, membuatnya menjadi seorang wanita yang—menurut Nils dan Berit—aneh. Saya rasa, hal itu wajar, ya, terutama pada seseorang yang terobsesi pada sesuatu. Obsesi seringnya membuat kita dianggap sebagai orang yang berbeda dalam arti orang yang terobsesi terhadap sesuatu merupakan orang yang aneh, padahal hal yang membuat kita terobsesi seringnya merupakan hal yang biasa aja.

Catatan: bibliografer, seseorang yang melakukan kegiatan bibliografi, hal-hal mengenai buku-buku. (hal. 22)

Tapi akhirnya, Bibbi toh tidak benar-benar menanggapi apa yang orang lain pikirkan mengenai dirinya, baginya buku merupakan hal yang membahagiakan dirinya dan ia akan terus mengumpulkan semua buku yang pernah diterbitkan untuk memuaskannya dan itulah yang terpenting. Pada akhirnya juga, perpustakaan dan buku merupakan dua hal yang memiliki manfaat besar bagi orang-orang, perpustakaan Bibbi bisa saja menjadi tempat orang-orang berkumpul untuk mendapatkan informasi tambahan dan memperluas wawasan, terima kasih kepada Bibbi dan obsesinya terhadap buku.

Jostein-Gaarder-Bibbi-Bokkens-magische-Bibliothek

Well, saya tetap pada pendirian saya bahwa buku ini sedikit membuat saya bosan, tapi kalau kamu merupakan penggemar dari cerita petualangan yang aneh, yang menyukai cerita kucing-kucingan tanpa memikirkan akhirnya akan seperti apa, saya rasa buku ini bisa coba kamu baca.

Dan siapa tahu, mungkn pada detik ini sepucuk surat terjatuh dari dalam tas seorang perempuan misterius bergaun merah? Dan, mungkin seorang gadis memungut surat tersebut dan mendapatkan sebuah perasaan aneh yang menggelora di sekujur tubuhnya?
Dan, aku tahu rasa itu. Namanya INSPIRASI!
(hal. 282)

DSC_0038

1 comment: