Showing posts with label klasik. Show all posts
Showing posts with label klasik. Show all posts

Monday, 22 January 2018

Tikus dan Manusia (Of Mice and Men)-John Steinbeck

ID_GPU2017MTH01TDMMAM_CMulai dibaca: 2 Desember 2017
Selesai dibaca: 6 Desember 2017

Judul: Tikus dan Manusia (Of Mice and Men)
Penulis: John Steinbeck
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Ariyantri E. Tarman
Tahun terbit: Februari 2017
Tebal halaman: 144 halaman
Format buku: Paperback
ISBN: 978-602-033-781-4
Harga: Rp42.000 (Gramedia.com)

Rating: 4/5

Beberapa kilometer arah selatan dari Soledad, Sungai Salinas mengalir merapat ke tepian sungau di sisi bukit dan merembah dalam dan hijau. (hal. 7)

George dan Lennie merupakan sahabat karib. George bertubuh kurus dan selalu ada dan melindungi ketika Lennie terlibat dalam suatu masalah, sedangkan Lennie bertubuh tambun dan memiliki keterbelakangan mental dan ia sering tidak tahu bahwa apa yang ia lakukan bisa membuatnya tercebur dalam suatu masalah. Mereka berdua bekerja di sebuah peternakan di utara sebelum Lennie—untuk yang kesekian kalinya—membuat ulah yang membuatnya berada dalam masalah besar.

“Kalau memikirkan saat-saat menyenangkan yang bisa kudapatkan tanpa kau, aku jadi gila. Aku tidak pernah merasa damai.” (hal. 21)

George yang sebenarnya tidak memiliki urusan apapun dengan Lennie maupun masalahnya mau tidak mau ikut terlibat karena ia selalu berusaha melindungi Lennie yang malang. Kali ini masalahnya adalah Lennie yang dituduh berbuat cabul pada putri pemilik peternakan. Lennie yang malang, ia hanya ingin menyentuh rok indah yang dikenakan oleh si gadis tersebut, tapi ia malah dituduh hendak melakukan perbuatan cabul. George dan Lennie tidak punya pilihan lain selain kabur dari orang-orang yang marah yang mengejar-ngejar mereka. Mereka pun terpaksa mencari pekerjaan di peternakan lain di Weed. George berharap bahwa ia maupun Lennie takkan terlibat dalam suatu masalah besar yang membuat mereka dikejar-kejar pemilik peternakan sehingga mereka harus mencari tempat kerja yang baru lagi, kali ini sebisa mungkin mereka harus bisa bekerja lebih lama di peternakan baru, sebisa mungkin mereka harus menjauhkan diri dari masalah. Ada cita-cita yang harus mereka wujudkan.

“Aku tidak mau saus tomat. Aku tidak akan makan saus tomat biarpun ada di sini di sebelahku.”
“Kalau ada saus tomat di sini, kau bisa makan sedikit.”
“Tapi aku tidak akan makan sedikit pun, George. Aku akan sisakan semua buatmu. Kau bisa taruh saus tomat banyak-banyak di kacangmu dan aku tidak akan sentuh itu sama sekali.”
(hal. 21)

IMG_20180120_121443 copy

Wednesday, 18 February 2015

The Picture of Dorian Gray-Oscar Wilde

Dorian Gray seorang pemuda yang ketampanannya bisa membuat semua orang menginginkan menjadi dirinya. Keanggunannya sanggup membuat semua orang—bahkan orang terhormat sekalipun—terpesona. Di mana-mana Dorian Gray selalu menjadi bahan pembicaraan, mengenai reputasinya yang berasal dari keluarga terpandang, tentang keanggunan dan wibawanya saat membawa diri ke masyarakat, hingga tentang wajahnya yang begitu tampan, begitu muda, dan begitu segar. Semua orang seakan-akan terpesona olehnya, termasuk Basil Hallward si pelukis. Basil begitu terobsesi akan Dorian Gray sehingga ia selalu mengundang Dorian ke rumahnya untuk dilukis, di setiap lukisan yang ia buat, Basil seakan-akan memberikan setiap jiwanya sehingga lukisannya terlihat sangat hidup dan dengan mudah menarik kekaguman bagi siapapun yang melihatnya, termasuk sang model sendiri. Lukisan Basil sangat indah, dan Dorian tahu bahwa wajah dalam lukisan tersebut tidak akan berubah dan tidak akan pernah menua, berbeda dengan dirinya yang lama-lama akan berubah menjadi seorang yang keriput dan kehilangan ketampanannya. Di depan lukisan dirinya yang menakjubkan dan si pelukis, Dorian membuat sebuah harapan, harapan yang nantinya malah mendatangkan celaka pada dirinya.

DSC_0007

Lagi-lagi novel klasik yang saya baca setelah melihat filmnya, itu pun filmnya belum benar-benar selesai ditonton. Awalnya penasarannya sih biasa aja, penasaran ceritanya seperti apa, lalu saya coba cari-cari di toko buku biasa sampai ke toko buku yang khusus menjual buku impor yang ada di Surabaya. Ternyata nggak ada, makin terpancinglah saya buat dapetin buku ini. Sudah hampir mau beli lewat toko buku online, sampai akhirnya lihat buku ini terbaring lemah di display salah satu toko buku yang jarang kasih diskon.

Sejauh ini, kisah Dorian Gray si Prince Charming ini adalah kisah klasik yang sangat serius dan cukup menakutkan, kalau saya bilang. Novel-novel klasik yang sudah saya baca kebanyakan mengangkat tema yang romantis yang manis dan sangat humanis.Kalaupun ada kisah yang serius, paling-paling tidak seseram cerita ini. Walaupun memiliki kesan yang mengerikan, tetapi buku ini tidak mengandalkan makhluk-makhluk khayal yang mengerikan seperti kisah Frankenstein. Cerita yang paling mirip mungkin kisahnya Dr. Jekyll atau Mr. Hyde, tapi di cerita Dr. Jekyll ada suatu eksperimen yang dilibatkan, sedangkan kisah Dorian Gray tidak menggunakan eksperimen apapun. Hanya mengandalkan sebuah lukisan yang kemudian memunculkan spekulasi lalu ada harapan yang diucapkan dan voila! harapanmu dikabulkan.

Ketika membaca bab pertama dari buku ini yang mengisahkan betapa terobsesinya Basil terhadap Dorian, yang ada di pikiran saya adalah bahwa si Basil ini seorang homo. Terlihat dari bagaimana dia seakan-akan memberikan jiwanya setiap kali melukis Dorian, atau bagaimana posesifnya ia ketika Lord Henry—teman Basil—meminta agar diperkenalkan pada Dorian. But that’s not the point anyway. Bahwa melihat dirimu yang ada di lukisan menua dan berubah menjadi lebih mengerikan adalah hal yang mengerikan dalam buku ini. Dorian harus mengorbankan banyak hal demi menjaga keremajaannya. Poinnya adalah, apakah kamu rela menukarkan apapun yang kamu miliki demi memiliki kemudaan dan keremajaanmu selamanya? Dan saya masih penasaran sebenarnya apa tepatnya yang membuat Dorian tetap muda dan malah lukisannya yang menua, apakah memang karena doa Dorian yang diucapkan di hadapan lukisannya dan pelukisnya ataukah faktor si pelukis yang memberikan jiwanya di lukisan itu.

Ada banyak drama dan tragedi yang bisa bikin emosi saya campur aduk, saya rasa buku ini benar-benar punya nuansa cerita yang komplit. Maksud saya ada cerita yang benar-benar bikin saya senang membacanya, di cerita lainnya saya dibuat geram olehnya, bahkan sampai dibuat bosan karena ada cerita yang nggak penting banget. Kuncinya ketika membaca buku ini adalah, kau harus benar-benar menyelesaikan buku ini untuk mengetahui nasib Dorian Gray, karena penulis memang memberikan penyelesaiannya di halaman terakhir di bab terakhir. Dan sungguh, penyelesaiannya itulah yang—menurut saya—dramatis banget. Mencengangkan. Walaupun mungkin bisa diduga oleh kebanyakan pembaca, saya yakin jalannya cukup bikin para pembaca terkejut.

Mungkin saya jadi gak berminat lagi untuk menyelesaikan filmnya walaupun bintang utamanya cukup ganteng, karena di awal film saja kelihatan sekali kalau ceritanya sangat berbeda di tambah lagi dengan beberapa adegan porno yang sangat nggak penting. Overall, bukunya memang serius sekali, nggak melibatkan tokoh fantasi, sangat humanis, menyeramkan, dan efek kejutnya yang dibikin dengan sangat brilian.

Say, people, will you give everything you have in order to keep your youth for ever? Even if it eats your soul, your conscience.

Saturday, 7 February 2015

Emma-Jane Austen

Emma Woodhouse tinggal sendiri bersama ayahnya di Hartfield. Setelah kakaknya, Isabella Woodhouse, menikah dengan pria mapan dan hidup di London yang bermil-mil jauhnya dari Hartfield, dan pembantunya juga menikah dengan seorang pria terhormat, Emma benar-benar harus mengurus ayahnya dan Hartfield sendirian. Hidup sendirian bersama ayahnya membuat Emma menjadi wanita muda yang cantik dan sangat independen, Emma bahkan berpikir bahwa ia tak akan pernah menikah. Tetapi kehidupan sosial di sekitar Hartfield membuatnya harus ikut berbaur dengan orang-orang sekelilingnya, ia bertemu dengan orang-orang baru pula, dan banyak dari mereka yang memiliki kepribadian yang sangat menarik. Menjadi gadis yang cukup dikenal di lingkungannya membuat Emma mudah terlibat dalam percakapan. Hingga akhirnya ia merasa seakan-akan sedang jatuh cinta, dan pemikirannya sedikit tergoyahkan.

DSC_0008

emma-53ed78054b49d

cover terjemahannya yang diterbitkan oleh Penerbit Qanita (source: http://mizanstore.com)

Walaupun tetap mengandalkan wanita yang anggun dan berparas ayu sebagai tokoh utama, rasanya ada perbedaan yang sangat mencolok dari tokoh Emma. Emma digambarkan sebagai sosok wanita yang benar-benar tangguh, dan suka mengutarakan pendapatnya secara blak-blakan. Rasanya ada aura tomboy yang memancar dari sosok Emma. Emma seakan-akan menunjukkan bahwa ia dapat mengatasi semua hal tanpa bantuan siapapun. Walaupun saya melihat Emma sebagai sosok yang tangguh dan ‘independen’, sifatnya sebagai wanita yang berasal dari keluarga yang cukup terpandang masih melekat padanya. Emma merupakan wanita yang cerdas, anggun, dan tangguh, kalau diumpamakan seperti paket makanan, Emma merupakan paket komplit.

Membaca buku ini rasanya seperti melihat buku gambarnya anak SD yang sudah punya macam-macam gambar dengan warna-warna yang juga beragam. Cerita yang ada di buku ini nggak melulu tentang tokoh utamanya, berbeda dengan buku-buku penulis yang sudah saya baca (padahal baru baca dua buku). Di buku ini kita juga mendapatkan cerita tentang dan dari tokoh-tokoh lainnya, walaupun nggak begitu rinci dan dalam, tapi cerita tentang tokoh lainnya—yang kadang-kadang juga diceritakan oleh tokoh lainnya lagi—cukup untuk memberikan informasi mengenai tokoh pendukung yang diceritakan. Nggak bikin bingung, sih, pembaca tetap bisa fokus pada tokoh utama dan kejadian-kejadian yang dialami si tokoh utama, kalau menurut saya nih cerita mengenai tokoh pendukung ini justru membuat cerita tentang Emma lebih menonjol. Mungkin cerita-cerita mengenai tokoh pendukung itu tujuannya supaya kita benar-benar memihak kepada Emma. And it works! Saya benar-benar kagum pada sosok Emma!

Selain karena tokoh utama yang digambarkan sebagai sosok wanita tangguh, yang bikin saya suka banget sama buku ini adalah latar yang digunakan di cerita ini rasanya benar-benar klasik. Kita diberi tahu bagaimana wanita yang hidup di Inggris di jaman itu, tipikal wanita yang suka jalan-jalan sore lalu mampir di rumah tetangganya untuk minum teh dan bergunjing. Lalu jangan lupa dengan kebiasaan mereka yang senang mengadakan pesta dan memiliki ego untuk mengadakan pesta yang lebih besar daripada tetangga mereka, rasanya benar-benar nggak mau kalah. Saya rasa sangat klasik dan menyenangkan sekali. Tiap percakapan yang ada di buku, saya selalu membayangkan aksen Inggris mereka yang sangat kuno. Benar-benar nyenengin deh, rasanya.

Oke, sekarang saya mau bahas topik utama dari buku ini. Sebenarnya topiknya nggak jauh beda dengan dua buku karya Jane Austen yang sudah saya baca, tentang seorang wanita yang akhirnya jatuh cinta dengan pria mapan, lalu menikah, dan hidup bahagia. Dan dari buku Jane Austen yang sudah saya baca yang paling saya sukai adalah ketika akhirnya si tokoh wanita jatuh cinta. You know you’ll find the same story about woman who finally in love with a guy, but still you’ll never got bored with that same old stuffs. It’s Jane Austen we’re talking about, and she wrote such a classic,romantic, and everlasting love story. Jadi, apa perbedaanya kisah Emma dengan kisah Elizabeth atau kisah Fanny Price? Saya sebenarnya nggak mau spoiler, tapi susah banget buat kasih informasi yang mudah dipahami kalo nggak menceritakan secara detail. Jadi gini, kalo di buku yang sudah saya baca saya akan ngerti bahwa si tokoh utama akan end up dengan siapa. Ketika kita diberi tokoh utama—yang kebanyakan adalah seorang wanita—lalu muncul tokoh pria yang sedikit aja lebih mencolok daripada tokoh-tokoh pria lainnya, kita bisa segera tahu bahwa si wanita tokoh utama akan berakhir dengan si pria itu. Nah,di buku ini kita kudu membaca sampai bab—hampir—akhir untuk mengetahui dengan siapa Emma akhirnya menikah. Saya sampai terkecoh dua kali ketika menebak siapa pria terhormat yang akan menikahi Emma.

Membaca buku ini rasanya seperti dibawa berputar-putar ke sana ke sini, padahal tujuannya adalah titik awal tempat kita memulai perjalanan. Sangat klasik, unik, dan—sumpah—menggemaskan.