Showing posts with label The Girl With The Dragoon Tattoo. Show all posts
Showing posts with label The Girl With The Dragoon Tattoo. Show all posts

Friday, 27 February 2015

Opini Bareng BBI: Karakter Tokoh Utama

Banner_OpiniBareng2015-300x187

Sebenarnya saya nggak pernah punya pendirian teguh ketika membicarakan mengenai hal-hal yang saya sukai, seperti buku-buku yang saya sukai, film-film, atau tokoh. Saya nggak pernah terpatok dengan karakter tertentu sehingga saya bisa suka dengan tokoh manapun asalkan karakter patokan tersebut ada di tokoh-tokoh tersebut. Suatu saat saya bisa saja suka sama tokoh cewek yang bodoh dan lemotnya minta ampun, lalu ketika saya buku lainnya bisa saja saya jadi mencintai tokoh cewek yang tomboy banget tapi ternyata robot. Haha. Sama seperti buku, pokoknya buku itu genrenya fiksi, pasti saya baca, nggak peduli itu tentang roman atau horror atau kisah detektif atau fantasi, apapun yang jenisnya fiksi pasti akan saya lahap. Ya hal yang sama juga terjadi ketika saya berhadapan dengan tokoh favorit. Ada banyak tokoh yang menjadi favorit saya, mungkin akan saya bahas sedikit juga karakter dan alasan saya menyukai mereka.

1. Lisbeth Salander (Serial The Girl with The Dragon Tattoo, Stieg Larsson)

lisbethLisbeth Salander diperankan oleh Noomi Rampace (source: http://dragontattoofilm.com/)

lisbeth_salander_by_snobvot-d4san5sLisbeth Salander diperankan oleh Rooney Mara (source: http://fc01.deviantart.net/)

Kayaknya nggak banyak, deh, karakter cewek yang digambarkan se-rebel Lisbeth Salander. Dan nggak banyak pula yang suka sama Lisbeth, entah mereka belum membaca serial ini atau memang Lisbeth bukan tipe cewek yang jadi favorit mereka, yang jelas Miss Salander jadi karakter utama yang paling saya sukai. Why? Because she’s cool, Bro! Major cool! Gambaran tentang Lisbeth kurang lebih seperti ini: dia kurus, tingginya 150cm, memiliki beberapa tato terutama tato naga di bahu kirinya, dia hacker paling genius—atau genius nomer berapa, gitu, dan dia jadi super kaya gara-gara kemampuan hacking-nya itu. Dan dia jago nonjok, bukan jago nonjok seperti ia suka cari gara-gara atau apa, sih, tapi dia nggak akan segan nonjok siapapun yang cari gara-gara sama dia. Mungkin sebenarnya ada banyak tokoh yang seperti Lisbeth, tapi entahlah, bagi saya Lisbeth itu karakter favorit saya yang nomer satu. Kalau saya bisa memilih untuk terlahir seperti karakter fiksi, saya pasti akan memilih menjadi Lisbeth Salander. Kau nggak akan perlu badan semok dan wajah cantik kalau kamu super kaya dan yang kamu butuhkan hanyalah membobol dan meretas sistem apapun.

2. Mariam (A Thousand Splendid Suns, Khaled Hosseini)

Nggak ada tokoh lain yang bisa mengajarkan saya untuk bersabar, menjadi berani, dan selalu percaya kekuatan doa selain Mariam. Hidupnya susah, dari lahir hingga akhir hayatnya, tapi ia selalu bertahan. Ia bertahan karena ia percaya bahwa suatu hari nanti kebahagiaannya akan muncul. Mariam melakukan dosa besar yang benar-benar dilarang oleh agama manapun, tapi toh ia tetap saja jujur mengakui perbuatannya. Ketika ia akhirnya dihukum, ia tidak kabur, ia tidak ke mana-mana. Ia hanya berdoa, ia tidak pernah lupa untuk terus berdoa kepada Tuhan. Baca buku ini sedih banget rasanya, apalagi baca kisah Mariam. Hidup sebatang kara sejak masih bocah, lalu dianggap aib oleh ayah sendiri, hingga akhirnya dinikahkan dengan pria tua, dan ujung-ujungnya ia harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang mengenaskan. Sungguh, Mariam lah tokoh yang paling bisa memberikan pengaruh bagi saya untuk selalu menjadi orang yang jujur.

3. Hannibal Lecter (Serial Hannibal, Thomas Harris)

hannibal-lecterHannibal Lecter diperankan oleh Anthony Hopkins (source: http://d.ibtimes.co.uk)

Lagi-lagi muncul karakter badass dalam daftar saya. Yang ini sudah nggak bisa dibilang badass lagi, sih, he’s a serial killer! Sebenarnya Hannibal ini orangnya super pintar dan cerdik dan cerdas, ia akhirnya menjadi seorang dokter yang menangani masalah psikologis di Amerika Serikat. Kejadian yang melatar belakangi Dr. Hannibal menjadi seorang dokter gila yang kanibal—ya, kanibal, kisahnya sih seperti itu—adalah ketika ia melihat berandalan-berandalan yang membawa pergi adik perempuan satu-satunya dan tak mengembalikan si adik pada kakaknya. Hannibal menduga si adik dibunuh lalu—ehm, glek!—dimakan oleh para berandalan karena cuaca dingin dan kelaparan. Walaupun seorang pembunuh saya tetap jatuh hati pada dokter gila ini, dari saran-saran ataupun pernyataan-pernyataan atau juga pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan kelihatan sekali bahwa ia memiliki wibawa. Wibawanya terlalu kuat dan terlalu karismatik sehingga saya jatuh hati. Ia juga sangat tenang, tidak takut pada apapun, angkuh, dan berbahaya. I don’t know, Man, he’s so lovely to me.

4. Catherine Warner (Bookends, Jane Green)

Wanita karir yang karirnya udah mantap, punya apartemen yang nyaman ditinggali, dan ia suka sama buku. Dan ia bercita-cita punya toko buku sendiri. Dan bukan hanya toko buku biasa, tapi toko buku yang ada kedai kopinya. Dan kesampaian! Cath memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan berhasil buka toko bukunya sendiri, bersama temannya yang mengelola kedai kopinya, toko buku Cath lumayan sering menjadi jujukan orang-orang yang mencari buku-buku yang menarik ataupun sekadar bersantai di kedai kopinya. Arrrggggghhhhh iri banget sama Cath, rasanya pengen buku toko buku langsung, deh, plus kedai kopinya, bikin ruangan yang nyaman yang membuat pengunjung betah buat lama-lama duduk sambil baca buku ditemani kopi.

Kalau disuruh memilih karakter tertentu yang saya sukai, saya sebenarnya suka sama karakter cewek yang jago nonjok, berhubung di buku-buku yang sudah saya baca cewek yang jago nonjok itu nonjoknya kurang meyakinkan—baru kece setelah saya liat filmnya—jadi selain Lisbeth Salander rasanya nggak ada lagi cewek jagoan yang nonjoknya beneran nonjok. Rasanya Lisbeth Salander sudah punya semuanya selain wajah yang cantik. Tapi ya begitu, sebenarnya saya nggak punya kriteria tertentu dalam memilih karakter favorit dari tokoh utama, kalau menurut saya pas banget sama saya, bukan pas seperti sifatnya mirip banget sama saya atau bagaimana, kalau hati saya bilang suka banget sama tokoh itu ya saya akan mengidolakan tokoh itu.

Saturday, 30 March 2013

The Girl With The Dragon Tattoo—Stieg Larson

Mikael Blomkvist tidak menyangka bahwa penyelidikannya yang telah ia lakukan dengan cermat dan sedetil mungkin terhadap perbuatan kotor Perusahaan Wenerstrom menjadi senjata makan tuan baginya. Penyelidikannya yang terang-terangan membeberkan kebusukan Wenerstrom dianggap menjadi sebuah penyelidikan yang tidak berdasarkan fakta, dan oleh Wenerstrom dianggap sebagai tindakan yang mencemari nama baik perusahaannya. Akibatnya, Blomkvist harus menerima hukuman penjara selama beberapa bulan, denda yang cukup tinggi, reputasi buruk, dan bahkan pemberhentian secara tidak terhormat sebagai editorial plus pemegang saham tertinggi sebuah majalah ekonomi yang dipercaya di daratan Swedia, Millenium.

Di tengah kegundahannya itulah, tiba-tiba ia menerima sebuah telepon dari seseorang bernama Dirch Frode yang mengaku sebagai seorang pengacara dari pengusaha industri terkemuka, Henrik Vanger. Henrik menawarkan upah yang tinggi yang cukup untuk membayar dendanya apabila Blomkvist membantunya memecahkan masalah keluarganya yang sudah bertahun-tahun tak terselesaikan. Kasus tersebut adalah untuk menemukan keponakan tersayang Henrik, Harriet Vanger, yang ternyata sudah puluhan tahun lamanya menghilang dari Hedestad, tempat Keluarga Vanger tinggal. Harriet Vanger telah menghilang selama empat puluh tahun, dan ia terakhir terlihat pada saat terjadi kecelakaan besar yang terjadi dekat kediaman Vanger dan bersamaan dengan acara reuni Keluarga Vanger. Sejak menghilangnya itu, Harriet diduga dibunuh. Dan dugaan Henrik, Harriet dibunuh oleh salah seorang atau beberapa dari keluarganya sendiri. Dugaan Henrik yang membuat anggota keluarga Vanger lainnya menjadi tersangka pembunuhan membuatnya dibenci oleh hampir semua anggota keluarga. Dan seperti janji Henrik kepada Blomkvist yang ditawarkan, Henrik akan memberi upah dalam jumlah tunai yang sangat banyak apabila Blomkvist—setidaknya—bersedia melakukan penyelidikan terhadap menghilangnya Harriet dengan sungguh-sungguh. Dan akan ada jumlah tambahan lagi apalagi Blomkvist dapat menyelesaikan kasus tersebut. Dan satu bonus lagi yang tentu saja tidak akan bisa ditolak Blomkvist, Henrik berjanji akan membeberkan semuanya tentang Wenerstrom—yang notabene pernah bekerja di bawah kekuasaannya—beserta semua kebusukannya di akhir periode penugasan Blomkvist.

Dengan waktu setahun, Blomkvist pun memenuhi permintaan Henrik Vanger. Berbulan-bulan setelah Henrik dan Blomkvist pertama kali bertatap muka, Blomkvist pun menemukan beberapa petunjuk seperti sebuah nama-nama yang tidak diketahui beserta lima digit nomor yang diduga nomor telepon milik nama-nama tersebut tertera di buku harian Harriet, ia juga menemukan beberapa foto yang mengejutkan di mana Harriet terakhir kali terlihat. Ia hendak melanjutkan penyelidikannya, tetapi ia merasa ia tidak bisa bekerja sendirian. Blomkvist pun berusaha meminta seorang partner penyelidik kepada Dirch Frode. Dan Frode, tanpa ragu menyebutkan seseorang bernama Lisbeth Salander.

Lisbeth Salander merupakan cewek yang bisa digambarkan sebagai perempuan berusia dua puluh lima tahun super aneh, antisosial, dan tak banyak bicara. Tetapi Lisbeth merupakan hacker cerdik, tak terlacak, dan genius. Lisbeth juga memiliki kemampuan fotografi yang membuatnya mampu mengingat detil sekecil apapun. Dan sama seperti Blomkvist, Lisbeth memiliki kemampuan sebagai jurnalis penyelidik, hanya saja Lisbeth bisa menulis lebih detil daripada Blomkvist. Dari Lisbeth lah, Frode memiliki segala informasi tentang Blomkvist, dan membuat Henrik memilih Blomkvist untuk menyelidiki kasus Harriet.

Daaaaan, bersama Lisbeth akhirnya Blomkvist dapat menyelesaikan kasus Harriet. Spoiler buat yang belum baca atau nonton filmnya nih, Harriet tidak dibunuh. Dan memang ada keterlibatan dengan anggota Keluarga Vanger yang membuat Harriet menghilang.

2013-03-30 09.36.29

Sejujurnya, teman-temanku, saya lebih dulu melihat filmnya daripada membaca bukunya. Itupun, film yang terbaru yang dibintangi oleh Rooney Mara dan bukan yang dibintangi Noomi Rapace. Filmnya, sejujurnya, cukup membuat syok, terkejut, takut, dan secara keseluruhan oke. Ada beberapa detil yang ditambahkan dalam film, seperti misalnya foto Harriet saat menghadiri Pawai Hari Anak, bagaimana mukanya yang cantik jelita terlihat ketakutan ketika melihat sesuatu di seberang jalan, lalu juga beberapa foto pembunuhan terhadap beberapa orang yang namanya dicatat Harriet di buku hariannya, detil-detil tambahan seperti itulah yang bikin saya sedikit terkejut dan merinding ngeri ketika melihat film ini. And I must say, that I so love the detail. Belum lagi beberapa adegan seks yang dilakukan Lisbeth, saya benar-benar ngerasa sedang melihat film porno ketika adegan tersebut tiba-tiba muncul.

Lalu, akhirnya saya baca bukunya. Apakah lebih bagus? Atau malah lebih buruk? Saya berterima kasih kepada sutradara pembuat film tersebut untuk memvisualisasikan semua yang ada di buku yang mungkin nggak bisa saya bayangkan. Dan seperti yang sudah saya bilang, the movie is thrilling me out, and it was pretty OK. Dan lalu saya baca bukunya. Dan lalu saya ngerasa kalo filmnya nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan bukunya. Kalo filmnya serem, saya bisa bilang bukunya lebih nyeremin lagi, entah itu karena faktor imajinasi saya atau memang penulis udah mendeskripsiin detailnya secara gamblang atau apapun, saya rasa tingkat sadisticnya lebih kerasa di buku.

Oke, jadi mari kita membandingkan buku dengan filmnya. Yang pertama jadi sorotan saya, well tentu saja, adegan seksnya. Kalo di film, sutradara bener-bener ngasih liat ke penonton betapa kejinya pengacara Bjurman, betapa intimnya Lisbeth dan Blomkvist, dan itu yang emang benar-benar terlihat jelas banget (Oh My God, I feel like I’m going to vomit). Beda dengan di buku, penulis cukup menuliskan topik utamanya aja, maksudku kayak ‘setelah Bjurman melampiaskan nafsu bejatnya pada Lisbeth’ pokoknya seperti itu saja (dan saya berterima kasih sekali karenanya). Dan yang paling disayangkan dari filmnya adalah, kurangnya informasi mengenai penyelesaian kasus Blomkvist dengan Wenerstrom. Entah apa karena saya yang kurang memperhatikan film atau apa, yang saya tahu waktu itu Lisbeth meminjam sejumlah uang dari Blomkvist, menyamar jadi wanita cantik, keluar negeri, dan seterusnya yang bikin saya nggak nyambung sebenernya dia itu ngapain. Sedangkan di bukunya, Blomkvist dan Lisbeth benar-benar melancarkan strategi untuk membalas Wenerstrom. Well, satu kasus oke sih, tapi kalo ada dua kasus yang sama-sama oke dalam satu cerita kenapa juga nggak ditampilin? Sebenarnya, kalo dirunut lagi, ada banyak adegan yang diilangin oleh sutradara, dan kebetulan sekali hal yang diilangin itu bisa dibilang hal yang seru banget. Dan ya, saya merasa kecewa dengan filmnya setelah saya membaca bukunya.

Sebenarnya tokoh utama yang diceritakan oleh narator nggak saklek Blomkvist dan Lisbeth aja, ada beberapa tokoh kunci yang kadang-kadang jadi tokoh utama yang diceritain oleh narator. Ada banyak tokoh yang diceritain oleh narator, dan sejujurnya saya nggak kebingungan dengan banyaknya orang yang jadi topik utama si narator. Pertama kali saya bawa bukunya, saya juga bertanya-tanya isi buku ini apa aja emangnya, kenapa tebel banget. Mungkin butuh waktu cukup lama buat saya nyelesaiin buku ini (haloooooo semester enam, yang mau TA, yang mau TA), tapi saya langsung sadar ketika saya udah di halaman terakhir, saya harus segera cari buku keduanya, saya harus ngikutin kisahnya Blomkvist dan Lisbeth sampai selesai. Apalagi endingnya, baik di film ataupun di buku, sama-sama nggantung.