Sunday 7 June 2015

Tempurung-Oka Rusmini

8238479Tempurung oleh Oka Rusmini

Mulai dibaca: 25 Mei 2015

Selesai dibaca: 03 Juni 2015

Judul: Tempurung

Penulis: Oka Rusmini

Penerbit: Grasindo

Tahun terbit: 2010

Tebal: 460 halaman

ISBN: 9789790810631

Format: Paperback

Rating: 2/5

Ada yang aneh dari Bu Barla, tetangganya yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga warung, yang memiliki tubuh tambun dengan bintik-bintik aneh di wajahnya. Orang-orang seakan-akan selalu syirik dengan Bu Barla, hanya ia yang berani berdekatan dengan Bu Barla dan berbicara seperti layaknya seorang tetangga yang dekat. Tetangga lainnya hanya bisa bergunjing mengenai dagangan Bu Barla yang rasanya lebih mahal daripada dagangan di tempat lain, atau mengenai diri Bu Barla sendiri yang memiliki aura mistis. Bu Barla hanya tinggal sendiri, suaminya tidak tahu ke mana rimbanya. Bu Barla selalu dianggap sebagai orang yang memiliki ilmu mistis, ia adalah orang pertama yang menempati kawasan itu dan satu-satunya orang yang tidak pernah diganggu oleh makhluk halus.

DSC_0020

Tempurung adalah sebuah novel tentang hidup para perempuan berhadapan dengan tubuhnya, agama, budaya, dan masyarakat. Cerita ini mengisahkan perempuan-perempuan yang hidup di dunia perkawinan yang “absurd”. Jauh di lubuk hati mereka tidak menginginkan perkawinan, di sisi lain mereka butuh anak, kasih sayang, cinta, perhatian, dan sentuhan untuk tubuh mereka. Perempuan-perempuan yang mencari cinta, kasih sayang, impian, bahkan mereka sendiri tidak tahu keinginan mereka, apa yang mereka mau, kadang mereka juga takut bermimpi. Inilah novel tentang tubuh perempuan yang sesungguhnya tidak jadi milik mereka sendiri. Bahkan seringkali mereka juga gagap berhadapan dengan tubuh sendiri. Tubuh yang kadang tidak mereka kenal. Inilah kisah perempuan-perempuan yang tidak tahu apakah menjadi perempuan itu anugerah atau kutukan.(sampul belakang)

Sejujurnya saya terkejut mengetahui kenyataan bahwa saya menyelesaikan buku ini dalam waktu 9 hari.  Berbeda dengan buku sebelumnya yang saya tandaskan dalam waktu 26 hari, padahal jika dibandingkan, buku sebelumnya lah yang menurut saya memiliki cerita yang jauh lebih menarik, lebih bagus, lebih lucu, dan lebih menghibur daripada buku yang ini. Dan tentu saja buku yang sebelumnya saya baca lebih mudah ditangkap. Oke, jadi sepertinya penjelasan-penjelasan saya sudah meringkas semuanya mengenai buku ini.

Oke, saya akan—berusaha—memberikan pendapat saya sebisa dan sejelas mungkin mengenai buku ini, karena sejujurnya saya bingung harus memulai dari mana untuk meringkas isi buku ini.

Cerita dibuka dengan sebuah narasi dari seorang perempuan Bali dari kasta tertinggi yang menikah dengan lelaki biasa. Ia menceritakan panjang lebar mengenai kehidupannya yang biasa, yang sudah dikaruniai oleh seorang anak laki-laki, dan bagaimana senangnya ia dengan bunga kecombrang yang ia tanam tepat di samping jendela kamar tidurnya. Berikutnya, wanita pecinta kecombrang—yang namanya hanya diketahui sebagai Ida Ayu—menceritakan tentang Bu Barla yang selalu resah mengenai dirinya dan kehidupannya. Lalu, dari cerita Bu Barla, Ida Ayu mendapatkan sebuah informasi baru mengenai kehidupan seputar Barla muda, tentang nama aslinya, tentang suaminya, tentang sahabatnya. Nah, Bu Barla banyak sekali bercerita mengenai sahabatnya, Bu Barla juga menceritakan kehidupan sahabatnya secara detail. Lalu cerita berlanjut lagi ke orang lainnya.

Di bagian kedua, Ida Ayu menceritakan kehidupan sahabat-sahabatnya sendiri. Yang paling menarik adalah kehidupan sahabatnya yang bernama Maya. Diceritakan bahwa Maya merupakan wanita berparas rupawan tetapi memiliki ibu yang sedikit aneh. Maya lebih dekat dengan pengasuh yang sudah lama mengabdi pada keluarganya jauh sebelum Maya lahir. Lalu cerita beralih ke kehidupan Sipleg, si pembantu Maya,mengenai masa kecilnya, mengenai keluarganya, mengenai ibunya, dan latar belakang ibunya. Lalu cerita beralih ke ibunya Sipleg si pengasuh Maya, mengalirlah cerita mengenai ibu Sipleg yang menikah dengan seorang preman, mengenai ibu Sipleg yang ternyata pernah menjadi pelacur bagi orang-orang kampungnya, dan mengenai ibu Sipleg yang ternyata menjadi pelacur karena ibu dari ibu Sipleg sendiri lah yang mempekerjakannya sebagai pelacur. Lalu ceritanya beralih lagi ke ibu dari ibu Sipleg.

Di bagian ketiga ceritanya pindah ke seorang wanita yang lain lagi. Mengenai kehidupan pernikahan orang tuanya yang kelihatan aman-tentram, tapi ayahnya nampak sangat tidak peduli. Lalu dilanjutkan dengan kehidupan pernikahan si wanita itu sendiri yang sangat singkat, lalu diteruskan dengan si wanita yang mengulik latar belakang ayahnya. Lalu diakhiri dengan si wanita yang bekerja sebagai semacam dukun.

Sekarang mengertikah Anda mengapa saya menganggap buku ini tidak menarik? It goes like, kamu diceritain oleh seseorang mengenai orang lain yang menceritakan orang terdekatnya yang hidupnya dipengaruhi oleh seseorang. It’s so mbuleti that I hardly understand which person I should get along with. Saya kehilangan fokus mengenai tokoh utamanya. Awalnya saya mengira bahwa cerita ini berputar di sekitar kehidupan tokoh bernama Ida Ayu, tetapi lalu muncul tokoh lain, banyak yang bermunculan sampai-sampai setiap tokoh baru yang muncul saya berkomentar, ‘Duh, siapa lagi, sih  ini?’. Jadi, cerita dibuka oleh Ida Ayu dan ditutup oleh Sipleg, which is awkward.

DSC_0024

DSC_0035

DSC_0038the pictures still  amuse me, though

Walaupun menceritakan banyak sekali kehidupan tokoh, sebenarnya semua cerita memiliki kesamaan, yang diceritakan adalah seorang wanita. Terutama seorang wanita yang telah menjadi seorang ibu, yang telah merasakan jatuh cinta dan merasakan keajaiban yang bergerak di dalam perutnya. Pun begitu, wanita yang ada dalam buku ini memiliki cerita yang menyedihkan, beberapa ceritanya malah sangat menyedihkan. Buku ini seakan menceritakan kepada dunia 1) Betapa menariknya sebuah tempat yang bernama Bali, betapa kental sekali adatnya, dan betapa patuhnya masyarakatnya terhadap aturan agamanya, 2) Betapa beragamnya wanita-wanita yang hidup di dunia ini, betapa beratnya perjuangan para wanita untuk dapat menyambung hidupnya dan keajaiban kecil yang datang melalui tubuhnya. Buku ini menjelaskan bahwa karakter dan perlakuan ibu-ibu terhadap anak, suami, orang tua, dan kehidupannya sendiri itu berbeda-beda, beberapa telah terlahir sangat beruntung sehingga hidupnya lancar-lancar saja, tetapi beberapa rela mengorbankan tubuhnya, bahkan anaknya agar keluarganya dapat bertahan hidup. Setidaknya buku ini telah membuka mata saya bahwa menjadi seorang wanita sebenarnya adalah anugerah, tetapi kalau kau terlalu buta dengan urusanmu maka menjadi seorang wanita bisa menjadi sebuah kutukan bagimu. Ketika Anda ditakdirkan menjadi seorang wanita, Anda diwajibkan untuk menjadi seseorang yang kuat, lebih kuat dari 1000 lelaki, wanita-lah yang memberikan hidup bagi janin yang lemah, wanita juga yang berjuang mati-matian agar hidupnya dan keluarganya dapat berjalan dengan teratur dan lancar.

“Seorang perempuan harus bisa memutuskan sendiri apa yang dia inginkan. Seorang perempuan akan sempurna jadi perempuan, bila dia mampu mewujudkan impiannya. Memperjuangkan apa yang dia anggap benar. Aku ingin kau kelak bisa seperkasa itu? Aku mendidikmu tidak peduli jenis kelaminmu. Lelaki atau perempuankah kau, aku tidak peduli. Yang penting kau punya tanggung jawab dan keberanian mengambil keputusan untuk dirimu sendiri. Kalau kau tidak bisa bertanggung jawab dengan keputusanmu, jangan coba-coba kau merasa jadi manusia yang berhasil. Dan satu lagi, jangan pernah menjalin cinta dengan lelaki beristri. Melukai perempuan lain berarti kau bukan manusia. Sepandai apa pun kau, kalau kau merebut lelaki milik perempuan lain, kau bernama: binatang!” Mami berkata keras. Aku sampai menggigil. (hal. 377)

Sangat terganggu dengan banyaknya kesalahan penggunaan tanda baca seperti penempatan tanda tanya (?) atau tanda koma (,) dan  tanda-tanda yang lainnya yang saya rasa tidak sesuai pada tempatnya. Akhirnya saya menanyakan kemampuan editor dalam menyunting naskah, sebenarnya andilnya editor dalam menyunting naskah itu bagaimana saja, sih?

Untuk para wanita yang berada di luar sana, teruslah berjuang, tetaplah tegar, dan hadapilah semua tantangan, rintangan, dan yang menghalangi dengan kepala tegap.

“Dia bukan manusia, Ibu. Manusia yang layak dicintai bila manusia itu bisa menahan berahinya demi keutuhan keluarganya. Kalau ada manusia yang tidak bisa menahan birahinya, kelaminnya. Apalagi tidak ingat pada anak-istrinya. Dia binatang!” (hal. 224)

No comments:

Post a Comment