Thursday 28 May 2015

The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared-Jonas Jonasson


The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared by Jonas Jonasson
Mulai dibaca: 1 Mei 2015
Selesai dibaca: 26 Mei 2015
Judul: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Judul asli: Hundraåringen som klev ut genom fönstret och försvann
Pengarang: Jonas Jonasson
Penerjemah: Marcalais Fransisca
Penerbit: Bentang Pustaka
Bahasa: Indonesia
Tahun terbit: November 2014
Tebal: 508 halaman
ISBN: 9786022910183
Format: Paperback
Harga: Rp 59.000 (bukupedia.com)
Rating: 5/5
Allan Emmanuel Karlsson tidak menyangka bahwa ia dapat bertahan hidup hingga 1 abad. Pada tanggal 02 Mei 2005 usianya genap menjadi 100 tahun, sesuatu yang memang seharusnya dirayakan, atau mungkin begitulah anggapan Direktur Alice si pemilik Rumah Lansia di Malmköping, Swedia. Perayaan ulang tahun Allan yang ke-seratus rencananya akan dihadiri oleh Walikota dan juga media setempat. Tetapi satu jam sebelum perayaan itu dimulai, yang berulang tahun malah tidak berniat datang ke acara itu. Di luar dugaan, Allan malah kabur dari Rumah Lansia. Ia memanjat keluar melalui jendela kamarnya, berjalan hingga ke halte bus, dan berkelana sesuai dengan jumlah uang yang ada di dompetnya. Tapi siapa sangka dengan hanya mengeluarkan 50 Krona dari dompetnya, Allan malah menemukan sebuah petualangan baru yang lebih menakjubkan plus mendapatkan 50 juta Krona sebagai gantinya, dan malah membuatnya menjadi buronan. Sebelum mengalami petualangan sebagai buronan dan dikejar-kejar oleh polisi dan segerombolan bandit, ternyata Allan sudah pernah merasakan petualangan yang lebih menakjubkan, ia bahkan memiliki andil dalam politik dunia. Hidup Allan rupanya sangat menakjubkan, tak heran mengapa ia bisa berumur panjang.




Saya baru tahu ternyata buku ini diterbitkan pada tahun 2014. Entah karena di tahun 2014 buku ini sangat sedikit diberitakan atau dipublikasikan, dan malah di tahun 2015-nya buku ini mulai disorot dari manapun, entah dari penerbit sendiri yang kembali mengangkat buku ini, atau teman-teman saya yang mulai pamer bahwa ia mendapatkan buku yang bagus, dan maksudnya adalah buku ini. Yang jelas, selama di tahun 2014 rasanya saya tidak pernah melihat buku ini dipajang di rak bagian mana pun. Dan ketika ingin membeli buku ini—saat publikasinya sedang gencar-gencarnya—saya malah kesulitan menemukannya. Beruntung sekali, akhirnya saya mendapatkan buku ini, ketika teman-teman saya pamer bahwa mereka sudah khatam membaca buku ini.

Oke, saya akan memulai dengan menceritakan si tokoh utama yang ajaib banget. Singkat dan ringkas saja, karena saya takut malah akan jadi sebuah spoiler. Jadi, Allan adalah seorang pria dari keluarga miskin yang hanya mengenyam pendidikan selama tiga tahun. Tetapi hebatnya, Allan bisa merakit sebuah peledak yang hulu ledaknya sangat dahsyat—atau seperti itulah yang diceritakan di buku. Akibat dari pekerjaannya sebagai perakit bom itu, Allan akhirnya dipenjara, lalu sempat kabur, bergabung dalam pasukan perang, lalu karena keahliannya merakit bom yang fantastis banyak pemimpin yang kagum dan ingin merekrutnya sebagai anak buah mereka.

Kesan yang saya dapatkan setelah menyelesaikan buku ini adalah, bahwa Allan adalah orang yang sedikit gila. Oke, koreksi, ia adalah orang yang gila, kadarnya sudah nggak sedikit lagi. Itu dibuktikan dengan setiap perbuatan dan ucapannya yang kebanyakan spontan dan kesannya asal nyeplos gitu.
Ketika Gustavsson baru saja berhasil menghentikan mobilnya, Allan menyalakan ledakan percobaan pertamanya pada hari itu. 
Allan sendiri meringkuk untuk berlindung di gudang luar dan tidak dapat melihat atau mendengar apa pun. Baru setelah kembali ke tambang dia sadar ada yang salah. Remah-remah mobil Gustavsson berserakan di setengah lubang tambang, dan di sana sini tergeletak remah-remah Gustavsson sendiri. 
Kepala Gustavsson mendarat empuk di sepetak rumput. Matanya menatap kosong ke arah reruntuhan. 
“Ngapain kau di tambang batuku?” tanya Allan. 
Gustavsson tidak menjawab.
Tetapi Allan juga seorang lelaki yang cerdas juga cerdik, hal itu dibuktikan dari cepatnya ia belajar merakit peledak. Kecerdikannya dibuktikan dari banyaknya ide dan usahanya untuk melepaskan diri dari keadaan geting yang mengancam nyawanya, walaupun hal-hal yang ia lakukan kesannya sangat cerdik, lagi-lagi saya menangkap bahwa Allan ini benar-benar orang yang gila. Walaupun begitu, idenya selalu sukses membuatnya keluar dari masalah-masalah.
Pada saat itulah otak Allan yang berusia seratus tahun memunculkan ide. Ide itu liar, dan jelas ada risiko dia akan tertembak dalam prosesnya, kecuali tentu saja dia memang tidak bisa mati. Dia menarik napas dalam-dalam dan dengan senyuman naif, dia berjalan tepatke arah si biang kerok. 
Dia berkata dengan suara bergetar, “Pistol yang kau pegang itu bagus sekali. Apa itu pistol sungguhan? Boleh aku memegangnya?” 
Kalau kau pernah menginjak segunung kotoran gajah yang lengket dan masih segar, kau akan tahu, tidak mungkin kau akan bisa menjaga keseimbangan. Bucket tidak tahu itu, tetapi segera menjadi tahu. Kaki belakangnya tergelincir. Bucket berusaha menyeimbangkan diri dengan tangannya, dan jatuh tanpa daya, mendarat empuk di punggungnya. 
“Duduk, Sonya, duduk!” kata Allan, sebagai bagian akhir dari rencana nekatnya. 
“Gila!” kata Bucket dari tempatnya berbaring di atas kotoran gajah itu. 
Sonya yang membelakangi mereka semua, dengan jelas dan jernih mendengar perintah Allan. Orang tua itu baik kepadanya dan si gajah ingin menuruti perintahnya. 
Maka Sonya duduk. Pantatnya mendarat di atas benda yang empuk dan hangat, dengan suara derak dan sesuatu yang seperti jeritan pelan, sebelum suasana sunyi senyap.
Masalah hubungannya dengan orang lain, saya rasa Allan Karlsson adalah tipe laki-laki yang gampang berteman dengan siapapun, dengan orang yang baru ia temui sedetik yang lalu, ataupun dengan penjahat kelas kakap yang selalu menyediakan pistol di balik jaketnya. Ia ramah. Dan rasanya seperti ia hampir tidak memiliki rasa takut. Tidak hanya ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja, Allan pun juga selalu siap membantu temannya, atau siapapun yang ia rasa adalah orang baik-baik walaupun orang itu baru ia kenal.

Secara keseluruhan, Allan adalah orang yang menyenangkan, baik itu ketika masih menjadi seorang pemuda yang pemberani ataupun sebagai orang uzur yang nampak lemah dan ringkih. Hanya saja orang-orang terkadang tidak bisa mengatasi pemikiran-pemikirannya yang selalu melenceng dan out of the box.

Ceritanya sendiri sangat menarik. Saya rasa yang membuat saya jadi pengen banget untuk segera memiliki buku ini adalah karena judulnya. Awalnya, sih, saya mengira bahwa buku ini adalah sebuah buku non-fiksi yang mengajak pembacanya untuk menemukan petualangan dan kesempatan yang baru. Tapi ternyata buku ini adalah buku fiksi yang ceritanya benar-benar segar dan menyenangkan. Ide untuk memunculkan sebuah petualangan yang dialami oleh orang berusia seabad yang secara spontan memutuskan untuk melompati jendela kamarnya sendiri, saya rasa benar-benar beda. Kau toh nggak akan pernah menemukan seorang pria berusia seabad yang tiba-tiba menghilang lalu menjadi buronan kepolisian setempat. Menurut saya Allan pastilah orang yang sangat beruntung di dunia, bayangkan saja orang setua Allan yang keluar dari Rumah Lansia untuk mencari petualangan, ada bahaya yang tersebar yang bisa mengancam jiwanya, tapi Allan tidak takut, ia tidak gentar dan dengan kecerdikan dan modal nekatnya ia menghadapi dunia sekali lagi dan menikmati sisa hidupnya.


Bukunya dibagi menjadi dua bagian, yaitu petualangan Allan selama menjadi pemuda sampai di usianya yang ke-99, dan bagian kedua adalah petualangan yang sedang ia jalankan di usianya yang memiliki tiga angka, yang berarti membuat buku ini berisi perjalanan dan petualangan yang dialami oleh Allan dari usia sekolah hingga berumur 100 tahun. Atau lebih tepatnya begini, bagian pertama adalah bagian yang menceritakan keterlibatan Allan dalam mengubah keadaan politik dunia dan bagaimana ia bisa terlibat sangat jauh dalam revolusi negara-negara dominan, dan bagian kedua tentu saja bagian yang menceritakan bagaimana Allan memutuskan untuk menghabiskan sisa usianya, ia memutuskan untuk menjalani sebuah petualangan sekali lagi.


ilustrasi yang menegaskan bahwa Allan merupakan orang yang ngawur dan jenaka

Walaupun ditampilkan sebagai buku yang humoris dan menghibur, saya cukup tercengang juga dengan banyaknya informasi mengenai negara-negara yang menjadi latar cerita, seperti Perdana Menteri Korea Utara Kim Il Sung, yang ternyata wakilnya adalah anaknya sendiri yaitu Kim Jong Il. Lalu mengenai istri dari Mao Tse Tung yang memiliki istri seorang aktris, lalu mengenai perpecahan Korea Selatan dan Korea Utara dan kepada negara manakah masing-masing berpihak. Dan tentu saja yang bikin saya gembira—dan sedikit malu—adalah karena buku ini juga menggambarkan keadaan politik Indonesia. Indonesia, people! Dibandingkan dengan negara-negara lain, saya rasa keadaan Indonesia paling banyak dijelaskan di buku ini, dan penulis sudah cukup menceritakan kepada dunia bagaimana Indonesia yang sebenarnya.

Saya rasa dari covernya saja, pembaca akan bisa langsung mengerti bahwa buku ini adalah buku yang jenaka dan penuh petualangan. Well, lagi-lagi sesuatu yang menguatkan insting saya bahwa saya selalu bisa judging a book by its cover, and its name.
Saya mulai berpikir bahwa Swedia tidak hanya berkontribusi dalam memberikan dunia pemain sepak bola terbaik mereka, ataupun memberi dunia sebuah toko furnitur serba ada seperti Ikea, tapi Swedia juga memberi dunia penulis-penulis keren yang memiliki cerita yang sangat menarik.


Garis besarnya adalah Allan mengajarkan kita bahwa petualangan—terutama yang dialami secara spontan atau tidak direncanakan sama sekali—dapat memperpanjang umur dan memberi kita kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment