Thursday 2 October 2014

Writer vs. Editor-Ria N. Badaria

Menurut Nuna, jika ia menjadi penulis ia bisa mendapatkan uang yang banyak, menunjang hidupnya menjadi lebih baik daripada hanya menjadi karyawan di sebuah toko swalayan, dan membantu hidup keluarganya, persis seperti penulis kawakan J.K. Rowling. Tetapi menjadi penulis ternyata tidak semudah yang terlihat, Nuna tidak hanya diharuskan membuat cerita dan kisah yang menarik lalu memberikan tulisannya kepada penerbit buku yang ngetop agar ia dapat mengeruk keuntungan dari bukunya, ia juga harus menemukan penerbit yang tepat yang benar-benar bisa memasarkan tulisannya dan menjadikannya best seller. Beruntung, Nuna langsung menemukan Penerbit GlobalBooks yang meramalkan bahwa bukunya dapat menjadi buku yang diminati banyak pembaca karena memiliki kisah yang unik. Tetapi kesulitan dalam mencetak bukunya ternyata tidak berhenti sampai menemukan penerbit, Nuna juga harus menghadapi editor yang menangani naskahnya, yang memeriksa naskahnya, memberikan revisi-revisi sehingga novelnya benar-benar layak dijual. Apalagi jika harus berhadapan dengan editor menyebalkan macam Rengga.

Menurut Rengga, Nuna adalah penulis amatir yang tidak profesional, Nuna sering tidak menjawab telepon Rengga. Nuna menganggap Rengga sengaja mengakalinya dengan mempersulit terbitnya bukunya. Rengga mengira bahwa ia tidak mungkin jatuh cinta dengan Nuna, apalagi ia memiliki pacar yang sangat cantik. Tetapi ketika pemimpin editornya mulai terlihat melakukan aksi pendekatan pada Nuna, Rengga tidak terima. Dan ketika Nuna akhirnya mulai mendapatkan cinta dari seorang pria yang dari dulu diinginkannya, ia menjadi gundah.

Saya lupa kenapa saya mengambil buku ini dari rak buku, waktu itu sih kebetulan ada bazaar obralan dan buku-buku yang ada di sana emang dijualnya muuurah bangeeet. Saya lupa saya ambilnya apa karena iseng ambil atau tertarik sama covernya, atau malah mengira bahwa buku ini isinya tips dari seorang penulis novel ketika menghadapi editornya. Baca buku ini itung-itung juga sebagai penyegaran, sih, setelah baca novel bergenre horor dengan pembunuhan super keji. Jadi saya mikirnya, ya kenapa nggak baca novel yang dibuat oleh penulis dari dalam negeri sekalian nambah referensi mengenai gaya penulisan penulis-penulis lokal.

DSC_0003

Dan setelah membaca novel ini, entah kenapa rasanya fail sekali, kayak rasanya ketipu banget sama kemasannya, rasanya buku ini jadi buku yang menuh-menuhin rak aja, nggak guna banget rasanya. Ya tapi lumayan lah buat nambah koleksi buku. Ceritanya pun rasanya juga nggak ‘ngena’ sama sekali, rasanya lebih seperti kategori teenlit tapi tokohnya udah tua. Ceritanya sangat ringan dan—ini kalo menurut saya, sih—sangat kacangan. Well, sepertinya saya nggak cocok baca novel bergenre ini. Tapi kalo novel ini dijadiin ftv gitu pasti cocok, deh (dan entah kenapa saya terus bayangin si Rafael ‘Sm*sh’ sebagai Rengga).

Selain itu ada satu hal yang menurut saya mengganggu banget, yaitu masalah cinta si Nuna dengan tokoh bernama Arfat yang sebenarnya masih bisa dibilang. Oke, singkatnya gini (sori, spoiler), si Nuna nih keponakannya Tante A, dan si Arfat keponakannya Om B, emang boleh ya gitu itu? Kalau menurut saya, sih, walaupun nggak ada hubungan darahnya tetep aja rasanya sama kayak macarin sepupu sendiri. Walaupun mereka nggak sampai menikah sih, ataupun berhubungan seks. Saya kan, juga nggak ngerti hukumnya gimana. Oke, sekian resensinya, karena rasanya nggak ada hal yang esensial banget dari cerita ini.

No comments:

Post a Comment