Monday 7 July 2014

Insurgent-Veronica Roth

Faksi Erudite yang terobsesi untuk menghancurkan Divergent, menggunakan Faksi Dauntless dalam simulasi untuk membunuh setiap anggota Faksi Abnegation, faksi yang selalu menyembunyikan divergent. Simulasi tersebut digagalkan oleh Beatrice ‘Tris’ Prior, cewek enam belas tahun dari Faksi Abnegation dan pindah ke Faksi Dauntless, Tris yang merupakan gadis divergent sekarang melarikan diri untuk melindungi kaum Abnegation yang tersisa yang berlindung di markas Faksi Amity. Bersama Caleb Prior, kakaknya; Tobias ‘Four’ Eaton; Marcus Eaton, pemimpin Faksi Abnegation dan ayah Tobias; dan Peter, Tris berlindung dari Faksi Erudite yang jelas-jelas akan memburunya.

Markas Faksi Amity yang terdiri dari perkebunan yang menimbulkan suasana yang nyaman dan tentram ternyata tidak semerta-merta membuat Tris dan pelarian lainnya lolos dari kejaran Faksi Erudite. Faksi Erudite terus memburu Faksi Abnegation, dan hal tersebut membuat Tris harus melarikan diri lagi. Kali ini ia memilih untuk menuju tempat yang memiliki penduduk dibandingkan faksi manapun, tempat tinggal Kaum Factionless. Kaum Factionless yang merasa bahwa pembagian faksi-faksi tersebut sama dengan penindasan terhadap Kaum Factionless, berusaha untuk merebut kekuasaan dari faksi terkuat dan menghapuskan sistem faksi.

Sementara itu, Faksi Erudite terus memburu divergent dan berusahan keras untuk membuat simulasi yang dapat bekerja pada divergent sehingga lebih mudah mengendalikan divergent untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ditambah dengan informasi penting yang selalu disembunyikan oleh Faksi Erudite, informasi penting yang hanya diketahui oleh beberapa pemimpin faksi.

Di buku kedua ini ada lebih banyak tokoh yang terlibat, dan semuanya punya peran penting dalam aksi yang ada dalam buku ini, walaupun beberapa tokoh sebenarnya nggak terlalu penting banget, dan kalau dihilangkan dan digantikan dengan tokoh yang udah ada sepertinya juga nggak menimbulkan masalah yang serius dalam menyelesaikan kisah ini. Ada yang unik dari buku ini kalo dilihat dari tokoh-tokohnya, berdasarkan apa yang saya baca sepertinya banyak banget tokoh yang punya sifat bipolar. Bukan, bukan berarti mereka punya kepribadian ganda atau apa, sih, tapi menurut saya banyak banget tokoh yang tiba-tiba membelot lalu memihak lawannya. Sebenarnya lucu juga, sih membaca betapa banyaknya tokoh yang pertamanya nurut banget sama tuannya dan sejurus kemudian memihak lawannya. Beberapa tokoh ada yang gampang banget buat ditebak apakah ia akan membelot atau tidak, beberapa lainnya malah bikin terkaget-kaget karena tidak saya duga sama sekali.

Tidak bisa dipungkiri, sih, bahwa buku kedua ini menyajikan lebih banyak pertarungan dan aksi heroik lainnya. Konflik yang ditimbulkan pun jelas benar-benar memanas. Pertarungan yang ada dalam buku ini pun sudah nggak lagi bercerita tentang latihan atau inisiasi, pertarungan dalam buku ini benar-benar memiliki tujuan. Konfliknya sendiri benar-benar bisa dibilang seru banget, lo. Adegan berkelahinya juga benar-benar meyakinkan, walaupun emang sangat konyol dan klise.

DSC_0509

Porsi adegan aksi yang bertambah, ternyata juga diikuti dengan peningkatan adegan drama dan romansa. Selain memiliki konflik dengan lawannya, Tris pun juga memiliki konflik dengan pacarnya yang ganteng dan jago berantem itu, Tobias. Berbeda dengan konflik yang ditimbulkan oleh lawannya, konflik yang dimiliki Tris dengan Tobias ini kesannya benar-benar anak SMA, benar-benar lebay, dan sejujurnya benar-benar bikin saya eneg. Sepertinya apapun yang mereka lakukan, mereka selalu mengakhirinya dengan berciuman, sering banget saya membaca mengenai adegan ciuman mereka, rasanya seperti dikit-dikit ciuman. Saya biasanya nggak begitu menanggapi adegan ciuman dalam sebuah buku, berhubung adegan ciuman dalam buku ini rasanya lebay banget jadi saya merasa bahwa saya harus menceritakan hal mengganjal yang ada di buku ini pada semuanya. Entah karena usia Tris dan Tobias yang masih belasan tahun jadi bisa dibilang usianya abg yang masih labil, jadi rasanya membaca adegan romansa di buku ini benar-benar norak, dan rasanya benar-benar nggak sesuai tempatnya.

Secara keseluruhan, saya nggak bisa dibilang suka sama buku ini, sih, tapi juga nggak bisa bilang bahwa buku ini membosankan atau apa. Adegan pertarungan dan konflik utama yang ada di buku ini sejujurnya sangat memukau saya, sayang sekali keterpukauan saya harus dirusak dengan adegan dram yang sangat norak. Beruntung karena penulis begitu cerdik menempatkan solusi dan membuat akhiran yang sangat memancing pembaca untuk penasaran, sehingga mau nggak mau saya harus tetap menyelesaikan seri terakhirnya untuk mengetahui semua jawaban-jawabannya.

No comments:

Post a Comment