Saturday 7 June 2014

Inferno-Dan Brown

Simbolog terkenal dari Amerika Serikat, Robert Langdon, berada di Florence, Italia. Hanya saja ia tidak sedang menjadi pembicara. Ia baru sadar berada di Florence setelah terbangun di rumah sakit setempat. Ia terbangun dengan perban telah membelit kepalanya, dan tidak ingat satu hal pun mengenai caranya bisa sampai di Italia. Baru beberapa saat setelah dokter muda yang merawatnya memberikan obat tidur, Langdon mendengar suara tembakan berkali-kali di rumah sakit tempatnya dirawat yang berakibat tewasnya satu orang dokter tepat di depan matanya. Suara tembakan tersebut malah semakin dekat menuju kamarnya. Sang penembak, wanita muda dengan rambut duri, ternyata memang mengincar dirinya. Beruntung dokter muda yang merawatnya menolong Langdon tepat waktu dan segera membawanya menyelamatkan diri.

Mereka berdua akhirnya mengamankan diri di tempat dokter muda bernama Sienna Brooks itu. Setelah merunut-runut kejadian yang barusan terjadi, dan berusaha mengingat kembali mengapa dirinya diincar bahkan sampai hendak dibunuh, Langdon dan Sienna malah menemukan sebuah benda asing di saku dalam jas Langdon. Benda berupa kapsul tersebut rupanya terkunci dan hanya sidik jari Langdon saja yang bisa membukanya. Kapsul tersebut rupanya sebuah proyektor yang dapat menampilkan sebuah lukisan, lukisan yang dikenali Langdon sebagai ‘La Mappa dell’Inferno’ atau ‘Map of Hell karya pelukis tersohor dari Italia, Sandro Boticelli. Karya muram yang menggambarkan neraka tersebut menampilkan beberapa tingkat dalam neraka, di mana dalam tiap tingkat terdapat orang-orang yang disiksa, karya yang terinspirasi oleh puisi yang lebih agung lagi, dari buku The Divine Comedy: Inferno karya Dante Alighieri.

Inikah yang membuat Langdon diincar? Benda inikah yang hendak diambil oleh wanita berambut duri itu? Tetapi mengapa? Ada apa dengan lukisan Boticelli? Atau mungkin Dante? Ada apa dengan puisi Dante? Dan mengapa Langdon sepertinya tidak asing dengan lukisan ini? Dan wanita berambut perak yang selalu datang dalam benaknya, lalu seseorang dengan topeng kematian, mengapa tak asing bagi Langdon? Berhubungan kah?

Karya keempat petualangan Robert Langdon akhirnya terbit juga di tahun 2013. Setelah ketiga karyanya yang melibatkan organisasi rahasia, kali ini Dan Brown menyajikan cerita yang sedikit berbeda dibandingkan dengan tiga petualangan Langdon sebelumnya. Tidak melibatkan organisasi rahasia tetapi tetap saja melibatkan action dan seri kucing-kucingan. Langdon toh tetap menjadi incaran seseorang.

DSC_0494

Satu hal yang jelas dari buku ini adalah, ini buku yang hebat yang menceritakan tentang buku yang jauh lebih hebat lagi—well, kalo dilihat betapa Inferno karya Dante ini benar-benar bisa menjadi inspirasi bagi seniman hebat dalam menciptakan mahakarya yang tentu lah sangat mengagumkan. Buku ini hebat entah dilihat dari petualangan kucing-kucingan Langdon yang terkesan licin, mudah mengelabui pengejar, dan mudah saja buat lolos, atau dari latar-latar tempat yang begitu banyak mendeskripsikan tentang sejarah, detil tempatnya yang digambarkan dengan sangat indah dan menarik, karya-karya seni yang agung, atau malah karena karya Dante itu sendiri?

Latar tempat yang digunakan adalah Italia, dan kebetulan sekali rujukannya adalah Firenze, atau Florence, kota para seniman-seniman paling tersohor. Di sinilah Dante hidup, dan juga pelukis agung yang semua orang pastilah tahu, Leonardo da Vinci. Jadi, kebetulan juga latarnya di kota tuanya Florence, di buku juga dijelaskan dengan sangat detil tentang bangunan-bangunan apa saja yang ada di kota tua Florence, lalu ada patung apa saja, karya seni apa saja, dan habit dari orang-orang yang berlalu lalang di sana. Lalu ada banyak museum yang dijadikan tempat persembunyian Langdon, lalu tentu saja ada semakin banyak karya seni yang dijelaskan. Saya cinta dengan kota tua, dan saya cinta museum, dan tentu saja saya cinta lukisan, termasuk patung-patung yang dibuat oleh seniman agung. Sigh, bayangkan lah orang seperti saya yang mencintai hal-hal tersebut membaca sebuah buku menceritakan secara—cukup—lengkap, mendetil, dan benar-benar pas. Ngileeer, bawaannya jadi pingin banget ke Florence.

Lalu dari aksi kejar-kejarannya. Langdon dan Sienna diceritakan dikejar oleh—bukan lagi seorang, tapi—sepasukan orang yang juga meminta bantuan polisi setempat untuk menyisir dan mengamankan kedua orang ini. Mungkin nggak sih, kalau Langdon dan Sienna bisa dengan mudah menipu dan lolos dari orang banyak yang tentu lah lebih terlatih di bidang kejar mengejar itu? Well, dalam buku semua hal mungkin terjadi, sih, tetapi kesan yang ditimbulkan seakan Langdon dan Sienna benar-benar nggak terlihat, sehingga bisa dengan mudah lolos dari incaran. Kesannya adalah Langdon bukan seorang simbolog dan Sienna bukan seorang dokter, mereka berdua adalah agen yang sudah dilatih bela diri, sembunyi, menyamar, dan mengelabui sehingga mereka benar-benar bisa dengan gesit berkelit dari kejaran. Sebenarnya seru juga, sih, tapi sejujurnya bikin saya bosan dan selalu berpikir ‘Alah, paling yang nggak ketangkep,’ it doesn’t feel right kalo dipakaikan ke seorang simbolog yang kaku, sih.

Lalu dari karya milik Dante Alighieri. Ah, ya, Dante. Nggak bisa dipungkiri deh kalo ada banyak mahakarya hebat yang terinspirasi oleh mahakarya yang lebih hebat lagi yang dibikin oleh Dante ini, hey saya sampai googling loh buat cari tau karya seni apa aja sih yang terinspirasi dari Dante, hehehe. Dan karya Dante ini ditulis semata-mata karena sang penulis patah hati. Wow, kebayang nggak sih ada sebuah buku yang lahir dari rasa sakit hati yang bisa mengilhami seniman-seniman lain untuk menciptakan karya-karya yang mampu diagungkan oleh banyak orang. Penasaran kan, seperti apa sih Inferno karya Dante ini? Sebegitu besarkah pengaruhnya? Saya pun penasaran banget, sejujurnya saya langsung ublek-ublek toko buku online buat nyari toko buku mana yang menjual karya Dante yang menghebohkan ini. Saya penasarkan banget dengan muramnya puisi yang ia ciptakan, dan saya pingin banget baca Inferno karya Dante.

Secara keseluruhan, buku ini memang seru banget, dan memang thrilling banget, walaupun begitu ada editorial yang bener-bener—rasanya—mengganggu keindahan cerita. Gini contohnya, kalo tulisan ‘Dante’s Inferno’ rasanya nggak salah kan, ya? Sah-sah aja, kan? Tapi ketika diterjemahkan menjadi ‘Inferno nya Dante’, I don’t know rasanya bener-bener nggak pas. Bahasa dalam buku ini lumayan rapi dan halus, loh, lalu tiba-tiba saya harus membaca hal-hal semacam ‘Inferno nya Dante’, duh rasanya jadi kembali membaca novel-novel remaja yang memakai bahasa gaul.

Okay, walaupun begitu, tetep nggak mengurangi penilaian dari saya. Keseruan dari bukunya tetap menghipnotis. Dengar-dengar buku ini juga akan dijadikan film, loh. Beritanya sepertinya sudah banyak tersebar di forum-forum, sih. Hihihi, nggak sabar sekali buat nonton.

No comments:

Post a Comment