Thursday 17 April 2014

Just One Day–Gayle Forman

Keputusan Allyson untuk pergi ke Paris setelah tiga minggu menjalani tur keliling Eropa, meninggalkan sahabatnya yang bertolak ke London, dan mengikuti cowok asing yang baru ia kenal, bisa jadi keputusannya yang tepat. Paris merupakan kota jujugan semua orang, kota cinta yang selalu menjadi daya tarik, dan kota yang sama sekali belum dikunjungi oleh Ally dalam turnya. Paris bisa jadi pengalaman barunya.

Semuanya dimulai di Stratford-upon-Avon, Inggris, ketika Allyson hendak menonton pertunjukan Hamlet dengan rombongan tur di gedung opera. Ally malah ditawari selebaran mengenai pertunjukan jalanan yang juga akan menampilkan drama Shakespeare yang diadakan oleh sebuah kelompok bernama ‘Gerilya Will’, bedanya pertunjukan tersebut tidak diadakan di gedung opera dan tidak dipungut biaya sama sekali.

Diadakan di sebuah jembatan, Ally pun menonton pertunjukan yang mengangkat drama Shakespeare yang berjudul ‘Twelfth Night’ dan terpukau dengan cowok yang memerankan Sebastian. Sejak itulah, semesta melanjutkan konspirasinya agar Ally dan Willem—cowok yang memerankan Sebastian—agar bertemu kembali di kereta menuju London.

Maka, tanpa rencana apapun, Ally dan Willem menaiki kereta yang langsung menuju Paris dan menambah pengalaman baru di tempat yang sama sekali asing, walaupun hanya satu hari saja. Satu hari, mengelilingi Paris, bersama cowok yang baru dikenalnya, benar-benar sesuatu yang bukan Ally. Selama ini Ally dikenal sebagai gadis biasa, pintar, tidak macam-macam, dan lebih seperti tipe gadis pendiam. Tapi sejak bertemu dengan Willem, yang memanggilnya Lulu, Ally seakan menjadi seseorang yang berbeda, seseorang yang mengatakan ‘ya’ pada setiap petualangan yang benar-benar baru baginya. Dan semua karena Willem, cowok yang benar-benar asing, yang sanggup membuatnya bagaikan tersengat arus listrik kecil.

Selama seharian penuh, Ally hanya merasakan kesenangan, hanya ada ia dan Willem dan tidak ada seorang pun yang mengganggu selama seharian di Paris. Hingga tiba waktunya Ally untuk kembali ke London, ia malah tidak menemui Willem sama sekali.

Rasanya pembaca akan segera mengenali siapa penulis buku ini. Masih segar di ingatan saya kisah yang ditulis sebelumnya oleh Gayle Forman, yang menceritakan seorang cewek berbakat, yang hidupnya bahagia dan sempurna lalu ia harus mengalami kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tuanya dan adiknya sekaligus. Kisah yang tentu membuat pembacanya cemburu dengan Mia yang memiliki pacar yang sangatlah sabar.

DSC_0376 

Topik sama, dengan alur yang jauh berbeda. Di buku ini, tokoh utama, yaitu cewek yang bernama Allyson, sangat jauh berbeda dengan Mia. Allyson yang—sebenarnya—juga digambarkan sebagai cewek yang kalem dan biasa saja, juga diceritakan sebagai cewek yang tidak gampang menyerah dan tidak melepaskan apa yang diinginkannya begitu saja. Allyson, menurut yang saya baca, adalah seorang cewek yang taking everything seriously. Terbukti dengan perkenalannya dengan Willem, lalu Allyson menganggap bahwa Willem memiliki semacam perasaan kasih sayang padanya. Hingga akhirnya Willem menghilang. Allyson yang merasa dibohongi segera pulang, itu yang menunjukkan bahwa ia punya kekuatan, tidak mau dianggap lemah, dan bisa melakukan apapun sendirian. Tapi Allyson tetap mencari-cari keberadaan Willem, yang menunjukkan bahwa Allyson sama seperti cewek lainnya yang penasaran, sekaligus menunjukkan bahwa ia pantang menyerah.

Ketimbang bikin iri seperti dua novel yang sebelumnya saya baca, kisah cinta Allyson dan Willem lebih mengundang simpati, untuk Allyson. Rasanya saya pingin banget terus menyemangati Allyson agar tidak menghentikan pencariannya, setidaknya untuk menemukan alasan kenapa Willem meninggalkannya begitu saja. Rasa iri sepertinya jatuh pada kisah Allyson yang berani menjelajahi beberapa negara demi melakukan pencariannya. Ia menabung agar dapat mengikuti kursus bahasa perancis, dan membeli tiket pesawat ke Perancis untuk kembali ke tempat di mana jejaknya dan Willem dapat ditemukan.

Konflik yang dialami oleh Allyson ternyata nggak hanya mengenai ia dan dirinya sendiri—yang selalu menyuruhnya untuk mencari keberadaan Willem, tetapi juga konflik dengan keluarganya, sahabatnya, dan pendidikannya. Saya rasa konflik dengan keluarganya lah yang paling terasa sangat tajam, apalagi konflik dengan keluarga ini dikaitkan dengan konflik mengenai pendidikan. Orang tua Allyson yang masih mengatur-atur kuliah apa sajakah yang sebaiknya diambil oleh Allyson, tetapi karena masih memiliki konflik batin, kuliah Allyson malah jeblok dan jauh dari citranya sebagai murid pintar. Saya rasa, sangat nyata sekali, siapa sih yang nggak pernah punya masalah dengan orang tuanya apalagi menyangkut pendidikan. Saya rasa, buku ini benar-benar menggambarkan remaja cewek masa kini, yang bisa saja tumbang hanya karena masalah sepele, beruntung sekali Allyson merupakah cewek yang gigih sehingga sifat gigihnya sungguh baik sekali jika ditiru.

Walaupun memiliki konflik dan alur cerita yang membuat pembaca merasa simpati kepada tokoh utama, jalannya alur sendiri rasanya masih terlalu lambat, banyak hal-hal yang nggak penting, yang saya rasa nggak akan mempengaruhi apapun kalau dihilangkan, yang berada dalam buku. Konfliknya banyak, mungkin hal itu menjelaskan kenapa buku ini agak sedikit tebal. Tetapi ketika tahu bahwa jalannya cerita bisa selambat yang dijabarkan, mungkin bisa lebih menghemat kertas dan lebih bisa menarik perhatian pembaca.

Beberapa hal yang saya dapatkan dari buku ini adalah, mengenai keajaiban atau dalam buku ini disebut ‘kecelakaan’. Pertemuan Ally dengan Willem di kereta, keputusan Ally untuk mengikuti Willem ke Perancis, keputusan Ally yang mengganti beberapa mata kuliahnya, semuanya mengarahkan Ally kepada petualangan lain yang dapat memberikan semacam semangat dan keberanian padanya. Dari Ally saya belajar, bahwa kadang-kadang oke juga menerima ajakan orang asing. Dari Ally pun saya belajar bahwa selalu ada keajaiban dari setiap tindakan yang akan kita ambil.

Saya bahagia, karena buku ini ditutup dengan kisah yang menyenangkan, dan tentulah bikin saya nggak sabar dengan buku lanjutannya.

No comments:

Post a Comment