Tuesday 28 January 2014

Si Parasit Lajang-Ayu Utami

A merupakan seorang wanita yang aktif dalam dunia jurnalistik, bersama dengan teman-temannya ia mendirikan suatu komunitas sebagai wadah bagi penikmat seni, teater, kegiatan pers, dan sebagainya. Komunitas tersebut didirikan setelah majalah Tempo dibekukan pada masa reformasi. A merupakan wanita yang cukup banyak menghasilkan buku-buku mengenai era reformasi, dan menggabungkan masalah politik dengan kisah romantik. Di usianya yang kian bertambah, A tentu memiliki pemuja, tetapi bukannya menargetkan untuk segera menikah seperti wanita lain pada umumnya, A malah memutuskan untuk tidak menikah dan melajang seumur hidup. Sehari-hari A hidup bersama ibunya, sehingga ia menamai dirinya A Single Parasite—Si Parasit Lajang. Ia bersenang-senang dan menikmati hidup untuk dirinya sendiri, tidak perlu membayar pajak rumah ini-itu, dan tidak merasa terikat oleh siapapun.

Dibandingkan dengan dua bukunya yang saya baca terlebih dahulu—Saman dan Larung, buku Si Parasit Lajang tidak berisi dengan tokoh-tokoh karangan, tetapi lebih seperti buku harian tokoh A yang tak lain adalah pengarang buku ini sendiri. Buku ini berisi cerita sehari-hari dari tokoh A, dan ditambahkan dengan beberapa pendapat dan opini yang mungkin sudah lama banget mengendap di otak si penulis, dan akhirnya lewat buku ini ia menyalurkan opini-opininya yang super-duper mlengse dari pemikirannya orang-orang kebanyakan.

DSC_0313

Kalo orang-orang kebanyakan pinginnya menikah supaya ntar punya pendamping dalam menghabiskan hari tua, si A malah tidak ingin menikah. Walaupun teman-temannya memutuskan untuk menikah, si A tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menikah. Ada alasan yang logis mengenai keputusan si A yang tidak ingin menikah. Alasan yang bisa jadi menunjukkan bahwa ia orang yang egois—yang mementingkan dirinya sendiri, seperti tidak mau dikekang, tidak mau berbagi, tidak mau mengurusi orang lain, dan sebagainya—sampai alasan yang menunjukkan bahwa ia memang peduli pada orang lain, sehingga ia tidak menikah.

Mungkin ada alasan yang kuat kenapa seseorang memutuskan ini, memilih itu, membuang anu, dan tetap menyimpan apa. Ada banyak opini yang datang dari pribadi masing-masing untuk setiap keputusan yang mereka buat. Buku ini mungkin memberitahu pembacanya alasan-alasan yang kuat—dan logis, tentu saja—kenapa si A tidak menikah, saya pun nggak akan heran ketika ada pembaca yang bergumam ‘hm, benar juga, ya’ ketika membaca buku ini, tapi tentu saja semua itu kan cuma opini, boleh saja mendukung boleh juga menolak. Selain menceritakan mengenai alasan si A, esensi yang saya tangkap dari buku ini adalah bahwa setiap orang memiliki pandangan yang bisa jadi sangat bertolak belakang entah bertolak belakang dengan pandangan orang lain, budaya, norma, hukum, dan sebagainya. Selama dia manusia, dan bisa berpikir, manusia selalu punya pandangan sendiri-sendiri, opini, pendapat, dan alasannya sendiri-sendiri. Dan apalah hak kita untuk melarang atau menyerang seseorang karena opininya.

No comments:

Post a Comment