Saturday 4 January 2014

Seperti Sungai yang Mengalir (Like a Flowing River)-Paulo Coelho

Pernahkah terpikir bahwa apa yang kita lakukan selalu dan akan selalu memberikan dampak dan akibat bagi orang lain? atau paling tidak berimbas pada diri kita sendiri. Setiap perbuatan, ucapan, niat, pikiran, apapun yang kita hasilkan selalu akan memberikan hasil. Sama seperti Hukum Newton mengenai hukum aksi reaksi, apa yang kita lakukan pun juga bisa begitu. Hanya saja, seringnya kita, manusia, tidak pernah menyadari bahwa apa yang kita lakukan akan meninggalkan jejak yang bisa jadi sangat berarti. Semua aktifitas, bahkan hal paling kecil yang kita lakukan, yang terlihat seolah-olah seperti rutinitas biasa karena kita lakukan setiap hari bisa saja menjadi sesuatu yang sangat berarti. Itu semua tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya, seterbuka apa pikiran kita terhadap dunia luar. Selalu ada makna dibalik setiap jejak, dibalik setiap aksi, dibalik setiap ucapan yang kita keluarkan.

Paulo Coelho adalah penulis filosofis yang tak perlu lagi diragukan namanya. Karya-karya besar yang sudah ia telurkan selalu sukses menjadi best-seller tak hanya di negara asalnya tetapi hampir di seluruh dunia yang juga turut menerbitkan karya-karyanya. Sejumlah karyanya bercerita tentang hal-hal magis yang luput dan tersembunyi dari kehidupan orang awam, dan karya-karya lainnya menceritakan tentang kita. Kita semua secara universal. Dan semua karyanya tak perlu diragukan lagi—well, sejauh ini saya baru baca empat bukunya, sih—patutlah diacungi jempol. Karya-karyanya yang manis, penuh cinta, lembut sekaligus menampar, dan sarat makna ini memang kayaknya jadi buku wajib semua orang, nggak peduli dari kalangan manapun. Pengalaman penulis yang didapatnya dari kehidupannya yang lalu, ataupun dari perjalanannya ke berbagai tempat di belahan dunia memperdalam karya-karyanya, sehingga bukunya memang nggak bisa dianggap remeh karena memang ada pengalaman dan cerita yang benar-benar riil yang dituliskan oleh Paulo Coelho.

Dalam buku yang berjudul ‘Seperti Sungai yang Mengalir (Like a Flowing River)’ ini, buku ini berisi penggalan-penggalan kisah, jadi nggak seperti novel-novel Coelho lainnya. Di buku ini penulis menceritakan kisah-kisah pribadinya yang diambil dari rutinitasnya, hobinya, kisah-kisah yang ia dengar, hal-hal yang ia baca, wawancaranya, obrolan yang dilakukan dengan orang asing sekalipun, dan tentu saja perjalanannya ke tempat-tempat asing di belahan dunia. Saya rasa judulnya emang pas banget sama ceritanya yang menceritakan tentang kehidupan manusia, oke koreksi mungkin lebih tepat kalo disebut sebagai buku yang mennceritakan tentang manusia. Kalo judul bukunya direlasikan dengan hidupnya manusia, ya hidupnya manusia memang seperti sungai yang mengalir, mengalir terus nggak bisa berhenti, kecuali benar-benar kering dan nggak ada air yang mengaliri sungainya. Nggak peduli sungai itu jernih banget atau malah berisi sampah, batu, barang nggak penting, bahkan kotoran sekalipun, tetap aja itu namanya sungai, jadi seberapa dangkal atau jeleknya sungai itu, tetep masih ada air yang mengalirinya. Begitu juga dengan hidup kita, nggak peduli dikasih apa pun, ya itulah hidup, nggak peduli jadi sejelek dan sejungkir balik apapun hidup kita, ya itulah hidup, itulah yang namanya dinamika hidup, itulah yang bikin artinya hidup lebih bermakna, yang bikin hidup jadi ladang ilmu buat kita belajar buat bikin hidup lebih baik lagi.

DSC_0053

Oke, jadi daripada bahas bukunya secara keseluruhan, seperti yang biasa saya lakukan buat buku lainnya, buat buku ini kayaknya saya lebih tertarik buat bahas isi-isi kisahnya Paulo Coelho yang sangat intriguing (aduh, sumpah, buku ini recommended banget).

Saya suka banget sama caranya Pak Coelho untuk meditasi. Yaitu dengan memanah. Ya, memanah kayak atlet panahan, ambil busur, anak panah, fokus pada sasaran, dan lepaskan. Jadi, sikap-sikap apa yang harus kita lakukan supaya anak panah yang hendak kita lepaskan ini tepat sasaran? Fokus, tentu saja. Kita harus berkonsentrasi pada sasaran yang ada di depan kita, konsentrasi hanya pada bulatan-bulatan yang menjadi sasaran anak panah kita, jangan biarkan hal lain mengganggu konsentrasi kita. Lalu, kita harus tenang. Tidak boleh dikacaukan oleh apapun. Lalu hal terakhir yang paling penting adalah percaya pada anak panah. Oke, hal terakhir mungkin terkesan fiktif atau belaka, karena jelas sekali ketepatan anak panah pada sasaran paling tergantung sama konsentrasi, tapi apa salahnya percaya sama anak panah? Percaya pada anak panah bahwa ia bisa melesat (MELESAT bukan meleset) dan menancap tepat di sasaran. Sekarang, mari kita analogikan kegiatan memanah yang dilakukan Pak Coelho dengan hidup kita, bulatan-bulatan yang dipake itu jelas sasaran atau kalo dalam real life lebih tepat disebut target, dan anak panah adalah kita sendiri. Lalu ada busur yang membantu kita melesat ke arah target kita. Sama seperti anak panah yang mengarah pada sasarannya, agar tepat di sasaran tentu kita harus fokus dan konsentrasi pada target dan hanya pada target kita, tidak boleh terganggu oleh hal-hal lain. Walaupun selalu ada gangguan, ingat untuk selalu bangun dan fokus lagi pada target. Lalu tenang, nggak boleh panik. Lalu yang terakhir juga penting sekali, percaya pada diri kita sendiri bahwa kita bisa mencapai target kita.

Jadi ada kebiasaan lain yang juga digemari oleh Pak Coelho, itu adalah mengunjungi negeri-negeri yang menarik—walaupun nggak ada jadwal wawancara atau mengisi suatu acara. Lewat kisah yang berjudul ‘Kiat-Kiat Bepergian’, Pak Coelho tidak menyarankan kita untuk mengunjungi museum dan malah menyarankan untuk pergi ke bar-bar atau tempat di mana banyak penduduk lokal berkumpul untuk berbincang-bincang dengan temannya. Okeh, saya nggak akan membahas tentang kisah ini atau menganalogikan kisah yang ini dengan real life, saya akan menceritakan bahwa kisah yang ini ‘saya banget’. Pada dasarnya semua orang suka bepergian, menjelajah ke tempat yang benar-benar baru, cuma—kalau dalam kasus saya sih—seringnya nggak ada budget dan waktu—nah, itu yang terpenting, waktu. Okeh, kita bahas saran-sarannya Pak Coelho aja, jadi Pak Coelho menyarankan bahwa kalo bepergian sebaiknya mengunjungi tempat di mana banyak orang mengobrol, berdiskusi tentang suatu hal, dalam kasus Pak Coelho mungkin tempat itu adalah bar, dalam kasus saya tempat yang cocok adalah pusat perbelanjaan. Well, dalam hal itu saya sendiri mengakui bahwa saya setuju dengan Pak Coelho, menurut saya buat mengerti banget seberapa menariknya tempat berlibur kita adalah dengan mengetahui penduduknya dulu, berdiskusi tentang cuaca, makanan, kondisi lingkungan, semuanya. Dan yang dihindari oleh Pak Coelho adalah untuk mengunjungi museum, karena sebaiknya pergi ke tempat berlibur untuk mengetahui masa kini dan mempelajari masa lalu, jadi kalau nggak ada tujuan yang benar-benar penting (seperti riset misalnya), hindarilah museum.

Jadi yang bisa saya katakan tentang buku ini adalah, bahwa buku ini sangat menyenangkan, nggak hanya berisi kisah-kisah pribadi aja, tetapi ada juga kisah-kisah lainnya yang mungkin jadi favorit Paulo Coelho, apapun itu semuanya merupakan kisah yang menyenangkan dan sangat menghibur. Oke, jadi daripada menghibur saya lebih melihat bahwa buku ini ditulis untuk lebih menyadarkan pembacanya. Tentang hidupnya, makna hidupnya, dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya.

No comments:

Post a Comment