Saturday 16 November 2013

Blues Merbabu-Gitanyali

Gitanyali lahir dan dibesarkan di kota kecil yang indah di Provinsi Jawa Tengah, lokasi rumahnya dekat sekali dengan Gunung Merbabu yang selalu nampak biru. Ia merupakan anak bungsu—dari tiga bersaudara—dari pasangan yang memiliki jabatan terhormat di salah satu partai yang kala itu disegani oleh masyarakat Indonesia, Partai Komunis Indonesia (PKI).

Gita kecil merupakan anak yang paling disayang oleh bapaknya, ibunya, embahnya, dan anggota keluarga lainnya. Gita, sebagai anak lelaki, sejak kecil sudah mulai menunjukkan bahwa ia adalah seorang durjana, penggila wanita. Ia kerap mengintip wanita yang tengah mandi di kamar mandi belakang rumahnya yang masih berbentuk seperti kebun. Kebiasaan itulah yang akhirnya juga mencelakai Gita, ia terpaksa disunat lebih awal (saat ia menginjak kelas 4 SD) saat ia ketahuan mengintip perempuan yang tengah mandi.

Masa kecil Gita bisa dikatakan sangat menyenangkan, hingga suatu hari serombongan ‘tamu’ datang ke rumahnya dan membawa ayahnya pergi selepas ayahnya sarapan. Ayahnya yang merupakan kader Partai Komunis Indonesia ditangkap aparat dan tidak kembali lagi, kabar tentang ayahnya pun tak terdengar lagi kabarnya. Tak lama setelah ayahnya dibawa aparat, ‘tamu’ yang sama yang menjemput ayahnya datang kembali, kali ini membawa ibu. Ibunya pun akhirnya ditangkap. Rumah yang biasanya ramai dengan rapat-rapat partai akhirnya sepi, satu per satu anggota keluarga yang tinggal serumah dengan Gita memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Gita pun akhirnya diasuh Embah dan Budenya yang tinggal tak jauh dari rumahnya.

Gita pun tumbuh menjadi laki-laki remaja pada umumnya, sibuk mencari cewek, menggoda cewek sana-sini, merayu, menggombal, dan segudang aksi lainnya yang bisa membuat para perempuan mendekatinya. Walaupun terkesan sebagai laki-laki remaja yang nakal, tetapi Gita selalu mengingat pesan ayahnya sebelum benar-benar meninggalkannya, untuk selalu sekolah yang pintar. Pesan ayahnya dituruti, Gita selalu mengacungkan tangan ketika Guru mulai memberi pertanyaan, saat pembagian rapor nilai Gita-lah yang selalu tertinggi di antara murid lainnya. Selain pintar dalam hal akademik, Gita sedari remaja telah menunjukkan bakat sebagai seorang penulis, gurunya memberi acungan jempol ketika memberikan tugas membuat puisi, ia juga memenangi lomba puisi yang diadakan radio setempat.

Selepas SMP, Gita melanjutkan hidupnya sebagai anak perantauan di Ibukota, Jakarta, meninggalkan kota kecilnya, Embahnya, Budenya, Gunung Merbabu, dan cewek-ceweknya. Di Jakarta, Gita kembali menunjukkan bakatnya sebagai penulis, tulisannya dimuat oleh salah satu majalah yang sering dibaca oleh perempuan remaja. Majalah tersebut begitu terkenal sehingga banyak orang membaca tulisan Gita yang saat itu menceritakan tentang liburannya di Bali, surat-surat penggemar, terutama penggemar wanita, pun mulai berdatangan, mengajaknya mampir ke kota tempat penggemarnya, dan sebagainya. Berawal dari situlah Gita akhirnya mulai aktif mengisi kolom di sebuah surat kabar walaupun menggunakan nama ‘Bre’.

Buku ini menceritakan kehidupan anak seorang kader PKI yang kehidupannya mulai berubah ketika kedua orang tuanya ditangkap oleh aparat. Walaupun kehidupannya berubah, sepertinya perubahannya juga tak buruk-buruk amat, setidaknya begitulah yang saya tangkap dari buku ini.

Mendengar kata PKI atau kalimat ‘menerima kehidupannya tidak lagi sama sejak akhir 1965’, dan ‘...ketika menyaksikan sang ayah diambil aparat,dan tak pernah ketahuan lagi rimbanya.’, saya mengekspektasikan bahwa buku ini menceritakan kehidupan penulis—sebagai anak seorang kader PKI—setelah ayahnya ditangkap oleh aparat dan menjalani hidupnya yang baru yang penuh cemoohan, dikucilkan, dan cerita-cerita sedih lainnya yang menggambarkan beratnya hidup bagi seorang anak PKI. Yah, tapi saya sebagai pembaca, dan saya nggak tahu apa-apa tentang PKI, jadi mungkin ekspektasi saya emang ketinggian. Mungkin saya yang terlalu men-generalisasi kehidupan dari relasinya PKI, dan nggak semuanya yang berhubungan dengan PKI itu menyedihkan, kehidupannya Gita contohnya. Kehidupannya tetap berjalan lancar dan menyenangkan bahkan setelah orang tuanya ditangkap, ditahan, dan tidak kembali lagi—ibunya dibebaskan, sih. Gita melanjutkan pendidikannya, dan meraih hasil yang sangat amat baik diantara semua teman sekolahnya. Selain itu, Gita pun menjadi penulis yang dikenal oleh banyak gadis di masanya.

Walaupun begitu, sejujurnya ada beberapa hal yang bikin saya bosan dalam membaca buku ini, buku ini saya selesaikan dalam waktu hanya 3 jam, mungkin kalau dilihat luarannya saja cukup tebal, tapi buku yang menghabiskan 180-an halaman ini penataan spasinya kayaknya agak terlalu berlebihan, selain itu header dan judul tiap babnya, sumpah, ngabisin tempat banget, mungkin itu yang bikin ngabisin halaman, kalau spasinya dikurangin pasti hasilnya cuma 100-an halaman. Overall ya, buku ini bikin saya—kalo bahasanya saya sih—cegek (dan saya masih belum bisa nemuin kata yang pas buat mengartikan kata ‘cegek’. Cegek itu semacam di-skak mat, gitu). Selain karena ekspektasi saya tentang relasi PKI yang saya ceritakan sebelumnya, hal lain yang bikin saya ‘cegek’ adalah, well salah satunya adalah nama pengarangnya. Nama ‘Gita’ umumnya diberikan kepada anak perempuan, tapi saya baru nyadar setelah penulis yang memiliki nama Gita ini ujung-ujungnya disunat. Hal yang bikin saya lagi-lagi cegek—ini masih seputar namanya—adalah covernya. Dari covernya mungkin keliatannya kalo buku ini menceritakan tentang kehidupan seorang—istilahnya—‘kupu-kupu malam’, kalo dilihat dari sinopsis di sampul belakang, bisa aja buku ini ceritanya tentang anak PKI yang orang tuanya ditahan trus si anak ini juga ikutan diculik trus dipaksa jadi pelacur, nah cocok kan? Trus pelacurnya ini namanya Gita, cocok banget kan?

DSC_0040

Tapi, ternyata pas saya mulai buka bukunya, tebakan saya nggak ada satu pun yang bener. Nah, jadi buku ini isinya tentang apa ya? Sebagian besar sudah saya ceritakan sebelumnya, buku ini isinya tentang Gita kecil sampai SMA sampai jadi pemuda, dan Gita yang sekarang. Dari buku ini, yang saya tangkap dari sosok Gita ini adalah sosok yang cerdas, pintar, rajin, kreatif, dan suka berpetualang, baik berpetualang ke tempat asing ataupun berpetualang mencari gadis-gadis. Nah ya, itu dia, yang paling bisa saya tangkap dari Gita ini adalah sifatnya yang suka gonta-ganti pacar, mata keranjang, dan yah tentu saja suka meniduri cewek.

Sedangkan cerita mengenai kehidupan dari seorang PKI sangat amat kurang dijabarkan dalam buku ini, hanya diberitahu bahwa ayahnya sering mengadakan rapat dengan kader PKI lainnya dan sering mengadakan perayaan-perayaan. Padahal saya sangat tertarik mengenai topik PKI ataupun relasinya, tapi sepertinya saya mengambil buku yang salah.

No comments:

Post a Comment