Sunday 6 October 2013

Catching Fire-Suzanne Collins

Hidup sebagai pemenang Hunger Games ke-74, tinggal di Desa Pemenang dengan fasilitas hidup yang terjamin, dan jauh dari hidup susah rupanya tidak membuat Katniss Everdeen merasa bahagia. Ia harus menghadapi mimpi buruk yang memperlihatkan kematian peserta Hunger Games dalam tidurnya. Ditambah dengan sandiwaranya dengan Peeta, semua orang di seluruh distrik dan Capitol termakan oleh cerita bahwa Peeta dan Katniss saling jatuh cinta, dan mereka adalah sepasang kekasih. Semua orang bahagia dengan kabar tersebut, semua orang kecuali Gale, sahabat sejak kecil, sepupu pura-pura, dan cowok yang juga mencintai Katniss. Semua bertambah runyam ketika suatu hari, sepulangnya berburu, Katniss menemui bahwa Presiden Snow berada di rumahnya di Desa Pemenang.

Presiden Snow menjelaskan bahwa sudah ada indikasi terjadinya pemberontakan terhadap Capitol, dan Katniss digadang-gadang sebagai pemicunya. Semuanya berawal dari Hunger Games yang dimenangkan oleh Katniss. Dan Peeta. Mereka hendak memakan buah berry beracun sebagai upaya bunuh diri sebelum panitia Hunger Games memutuskan bahwa Katniss dan Peeta adalah pemenang Hunger Games ke-74. Rupanya, aksi Katniss tersebut dianggap sebagai pertentangan terhadap Capitol. Presiden Snow mengancam akan menyakiti semua orang yang ia sayangi jika Katniss tidak berhasil meredam pemberontakan-pemberontakan yang mulai timbul di distrik-distrik. Presiden Snow juga menggertak Katniss dengan memberitahunya tentang hubungannya dengan Gale, yang tentu saja tidak seperti saudara. Dan mau tidak mau Katniss juga harus bisa meyakinkan Presiden Snow dan semua orang bahwa ia mencintai Peeta.

Presiden Snow mengancam Katniss dengan berbagai cara jika ia tidak berhasil meredam amarah masyarakat distrik, Presiden Snow bahkan memperlihatkan pada Katniss bahwa ia tak segan-segan untuk membunuh Katniss. Dan gongnya adalah pengumuman Hunger Games ke-75, sekaligus Quarter Quell, yang diucapkan langsung oleh Presiden Snow dan disiarkan ke seluruh distrik. Setiap Quarter Quell selalu ada konsep baru untuk kompetisi Hunger Games. Quarter Quell pertama, Hunger Games ke-25, megambil konsep bahwa peserta ditunjuk berdasarkan pilihan masyarakat masing-masing distrik. Quarter Quell kedua, Hunger Games ke-50, panitia Hunger Games memutuskan untuk mengambil jumlah peserta dua kali lipat dari peserta Hunger Games yang biasa, dan malah membuat Haymitch, mentor Katniss dan Peeta dalam Hunger Games, menjadi pemenangnya. Dan di Quarter Quell ketiga, sesuai dengan amplop, yang berisi konsep Quarter Quell, yang diambil Presiden Snow, peserta yang akan mengikuti kompetisi tersebut adalah pemenang dari Hunger Games sebelumnya. Keputusan tersebut tak ayal membuat Katniss berpikir bahwa Presiden Snow sengaja membuat konsep untuk membuatnya terbunuh.

Sebelum pengumuman, ketika turnamen pemenang yang membuat Katniss dan Peeta berkeliling ke semua distrik-distrik, dengan mata kepalanya sendiri Katniss dapat melihat bahwa memang terdapat pemberontakan terhadap Capitol di beberapa distrik. Di Distrik Sebelas, distrik Rue, sekutunya dalam Hunger Games, ia melihat seorang pria tua yang mengacungkan salam yang sama dengan yang ia acungkan ketika mengubur Rue. Hal itu dianggap sebagai salam pemberontakan dan menyebabkan pria tua itu dibunuh. Di Distrik Delapan, pemberontakan benar-benar terlihat jelas, penembakan, dan pengeboman sudah meluas di distrik tersebut. Pemberontakan di Distrik Delapan begitu terasa hingga Capitol sempat membumi hanguskan distrik tersebut dan membuat dua orang penduduknya kabur dari distrik tersebut, Katniss yang sempat bertemu dengan pelarian itu mendapatkan informasi bahwa mereka hendak kabur ke Distrik Tiga Belas. Tujuh puluh lima tahun lalu, Capitol memutuskan untuk membumihanguskan distrik tersebut akibat pemberontakan yang dilancarkan distrik tersebut, tapi ternyata berdasarkan informasi dari kedua pelarian tersebut Katniss mengetahui bahwa Distrik Tiga Belas berdiri lagi dan menjadi distrik bagi semua pemberontak dan pelarian, walaupun ia sulit mempercayainya.

Katniss is back to the arena! Dan karena kompetitornya merupakan para pemenang Hunger Games terdahulu, tentu saja Hunger Games ke-75 menjadi kompetisi yang jauh lebih sulit untuk dihadapi tak hanya oleh Katniss tetapi juga para peserta lainnya.

DSC_0298

Buku kedua dari trilogi Hunger Games ini tentu saja menyajikan cerita yang lebih menegangkan daripada buku sebelumnya. Bahkan dari sinopsis yang ada di sampul belakang buku, pembaca akan langsung tahu bahwa cerita pada seri kedua ini tentu akan lebih intens konfliknya, secara ya di sampul belakang sudah langsung mencantumkan nama Presiden Snow dan kembalinya Katniss ke arena Hunger Games untuk kedua kalinya.

Kalau di buku pertama lebih mengenalkan ke, ‘Apa itu Hunger Games? Gimana cara maininnya?’ buku kedua ini lebih menyajikan konflik yang terjadi setelah Hunger Games yang dimenangkan oleh Katniss Everdeen dan Peeta Mellark dan solusi-solusinya yang malah menimbulkan konflik lain. Garis besarnya adalah buku kedua ini menyelesaikan konflik dengan konflik. Selama saya membaca buku ini, ketika sampai di akhir bab, saya selalu menemukan konflik yang menggantung dan belum—atau setidaknya akan—terpecahkan. Reaksi yang selalu saya berikan ketika saya sampai di akhir bab adalah, ‘Waduh, apa lagi, nih?’. Selain lebih banyak adegan pertarungan dan konflik, banyak juga tokoh-tokoh baru di buku ini yang bisa ditemukan pada Hunger Games ke-75 (ya iyalah, secara peserta Hunger Games sebelumnya jelas udah mati. Dari ceritanya sih, Hunger Games ke-75 kesannya berat banget, dilihat dari pesertanya yang merupakan pemenang dari Hunger Games sebelumnya. Dan penulis rupanya tetap mempertahankan nama-nama aneh untuk tokoh-tokoh barunya, jadi ketika ada satu tokoh yang memiliki nama yang menurut saya sedikit normal, reaksi saya adalah, ‘Hoooo, nama yang normal! Akhirnya!’

Dibandingkan dengan buku pertama, menurut saya buku kedua ini tentu jauh lebih menarik. Entah karena konflik baru seperti pemberontakan yang mulai merebak, atau konflik Katniss dengan Presiden Snow yang makin runcing, atau konsep Hunger Games yang baru, strategi yang dibuat panitia Hunger Games yang terlihat makin menyudutkan Katniss, atau kawan—dan lawan—Katniss yang, sumpah, keren banget. Buku pertama, menurut saya, bener-bener flat dan membosankan. Yang disajikan di buku pertama nggak lain hanyalah cara Katniss bertahan hidup selama di arena Hunger Games, dan konfliknya dengan Peeta Mellark. Kalau di buku pertama pembaca cenderung dibikin hanya sekedar untuk mengetahui Hunger Games dan mengikuti alur yang ada, di buku kedua pembaca cenderung diberikan cerita dengan tensi yang lebih tinggi, pembaca benar-benar diajak untuk ikut merasakan ketegangan yang ada di buku ini.

Sebenarnya, yang jadi pertimbangan saya buat beli buku ini bukan karena saya bosan dengan seri pertamanya, jika berdasarkan membaca buku sebelumnya akan bikin saya lebih enggan buat beli buku keduanya. Pertimbangan saya malah karena filmnya yang akan tayang dalam waktu dekat ini. Berhubung, menurut saya, versi film dari seri pertama lebih seru, saya mau curi start dulu supaya tahu cerita di seri kedua.

Jadi, buat yang merasa bosan dengan buku pertamanya, nggak usah ragu, you have my words that the second book provides us a better story, a thrilling act, and yes, more and more conflicts.

No comments:

Post a Comment