Monday 26 August 2013

Sherlock Holmes: Empat Pemburu Harta-Sir Arthur Conan Doyle

Setelah berbulan-bulan menganggur dan tak mendapatkan kasus apapun untuk diselesaikan, Sherlock Holmes dan asistennya, Watson, kembali mendapatkan klien. Klien yang akhirnya membuat Holmes menghentikan hobinya selama menganggur, mengisap kokain, merupakan seorang wanita cantik yang bekerja sebagai pengurus rumah sebuah keluarga kaya. Wanita itu, bernama Mary Morstan, secara langsung mendatangi kediaman Holmes dan Watson di Baker Street dan menceritakan masalahnya.

Selama enam tahun belakangan, Mary selalu mendapatkan kiriman berupa mutiara asli yang sangat berharga tiap tahunnya. Siapa pengirimnya, itulah yang tidak diketahui oleh Mary, dan beberapa hari sebelum mendatangi kediaman Holmes, Mary mendapatkan sepucuk surat yang diduga dikirim oleh pengirim yang juga tiap tahun mengirimkan mutiara pada Mary. Surat itu berisi ajakan agar Mary menemui sang pengirim. Karena diijinkan untuk membawa dua orang rekan, maka Mary mengajak sang detektif kondang itu dan asistennya.

Setelah ditemui, sang pengirim rupanya seorang yang pendek dengan tubuh lebar dan kepala botak. Ia mengaku bernama Thaddeus Sholto, putra Kapten John Sholto, rekan dari ayah Mary ketika bertugas di India. Thaddeus menceritakan bahwa ketika Kapten Sholto dan ayah Mary, Arthur Morstan, bekerja bersama di India, mereka menemukan harta dalam jumlah yang banyak. Tetapi Kapten Sholto berbalik dan malah mengkhianati Arthur, Kapten Sholto membawa kabur harta itu sendiri dan kembali ke London. Hingga akhirnya, sepuluh tahun sebelum Mary mendatangi Holmes, Arthur memutuskan untuk kembali ke London. Kendati sudah berada di London, Mary tetap kesulitan menemui ayahnya sendiri. Hingga beberapa hari setelah Arthur memberi kabar pada Mary bahwa ia telah berada di London, Arthur ditemukan tidak bernyawa lagi di kamar apartemennya. Lalu Mary mulai menerima kiriman mutiara berharga yang ternyata dikirim oleh Keluarga Sholto. Kapten Sholto sendiri juga telah meninggal tak lama setelah Arthur tewas.

Malam itu ketika Kapten Sholto yang tengah terbaring kesakitan, dan tengah meregang nyawa, menceritakan kepada kedua putranya perihal harta yang ia dapatkan. Tetapi, ia malah melihat bayangan seseorang yang ia kenal ketika di India sedang mengintip dari jendela kamarnya. Bayangan tersebut seakan mengancamnya, sehingga membuat Kapten Sholto ketakutan. Thaddeus dan kakaknya yang secara spontan mencari si pengintai ternyata malah tidak menemukan siapapun, dan sekembalinya mereka ke kamar ayah mereka, mereka malah menemukan ayah mereka telah tak bernyawa dan sebuah surat yang ditandai oleh ‘Empat Pemburu Harta’ yang sepertinya juga mengincar harta yang telah dibawa Kapten Sholto. Beruntung bahwa harta tersebut ternyata telah dipindahkan dari rumah Kapten Sholto ke kediaman kakak Thaddeus tersebut, Bartholomew Sholto.

Karena merasa bahwa keluarga Morstan berhak mendapatkan harta tersebut, maka Thaddeus mengundang Mary untuk mengambil sebagian harta di kediaman kakak Thaddeus. Nyatanya setelah mereka mendatangi kediaman Bartholomew, Bartholomew malah ditemukan tewas di kamarnya dan peti yang digunakan untuk menyimpan harta juga telah hilang. Sang pencuri diduga merupakan orang yang sama yang mengintai Kapten Sholto dan yang meninggalkan tanda ‘Empat Pemburu Harta’. Setelah melakukan penelusuran dan penyidikan sementara di TKP, Holmes pun mendapatkan informasi bahwa sang pencuri merupakan seorang pincang dan ia menggunakan kaki kayu untuk membantunya berjalan dengan benar. Dan si pencuri sepertinya tidak sendirian, ia membawa seseorang lain untuk membantunya melakukan aksi pencurian harta tersebut.

DSC_0340

Kisah ini lebih menceritakan mengenai pengejaran seorang pencuri, jadi daripada menyebut kisah ini sebagai suatu kisah yang menceritakan mengenai kehebatan Sherlock Holmes dalam menyelesaikan kasus, mungkin kisah ini lebih cocok disebut sebagai kisah pengejaran dan penangkapan ‘Empat Pemburu Harta’. Konflik pertama, kematian ayah Mary yang misterius, pun akhirnya dapat dengan mudah diselesaikan. Konflik kedua, ketika Mary mulai menerima kiriman berupa mutiara yang berharga, akhirnya si pengirim menunjukkan batang hidungnya dengan sendirinya. Konflik ketiga, ketika Bartholomew Sholto ditemukan tewas di kamarnya dan harta karun yang ditemukan ayahnya menghilang, pencurinya pun dengan mudah ditebak oleh Sherlock Holmes. Maka, tugas Sherlock Holmes hanyalah tinggal menemukan tempat si pencuri kira-kira akan melarikan diri, yang akhirnya juga dengan mudah ditebak oleh Holmes. Kesimpulannya, Holmes hanya tinggal menunggu waktu yang tepat sampai akhirnya si pencuri melemah, dan Holmes dapat langsung menangkapnya.

Oke, mungkin dari resensi yang saya buat, kisah ini bisa jadi agak sedikit membosankan. Well, sejujurnya, saya pun sedikit merasa bosan ketika membaca kisah yang satu ini, karena memang dasarnya sedari dulu dicekoki komik detektif semacam Komik Detektif Conan, jadi untuk kisah yang cuma sekedar mengejar si penjahat, kisah ini sedikit membosankan. Tapi nggak adil rasanya kalo hanya memperhatikan kisah pengejarannya saja tanpa melihat deduksi-deduksi Holmes.

Holmes, seperti biasa, memberikan deduksi-deduksinya setelah mendapatkan petunjuk-petunjuk sepele dan sangat sederhana, selalu memperhatikan hal-hal kecil secara detail, dan tentu saja dengan pembawaan yang tenang. Karena itu Holmes dengan mudah mendapatkan figur si pencuri harta sekaligus partnernya. Holmes bahkan dengan mudah mendapatkan lokasi si pencuri kemungkinan akan kabur, menggunakan kendaraan macam apa, dan siapa saja yang membantu si pencuri.

Sementara Watson, asisten Holmes, yang juga berperan sebagai pencerita, di kisah ini cukup banyak kemunculannya, nggak sekedar sebagai pembantu Holmes dan pencerita. Ia jatuh cinta kepada klien Holmes, Mary Morstan, dan bertugas untuk melindungi Mary sementara Holmes menyelesaikan kasusnya. Dan benar sekali, kalo di film SherlockHolmes (yang bintangnya Robert Downey Jr. dan Jude Law), Mary Morstan adalah wanita yang menjadi tunangan Watson. Mary Morstan versi buku dan versi film juga memiliki karakter yang berbeda jauh. Jika di film Mary terkesan tough, terhormat, pemberani, dan sedikit culas terutama pada Holmes, Mary versi buku sangat berkebalikan dengan versi filmnya. Mary versi buku jauh lebih lembut dan terkesan lemah terhadap apapun.

Mungkin ini pertama kalinya saya baca lagi kisah Sherlock Holmes sejak terakhir kalinya saya baca kisahnya, lupa deh, waktu itu jaman SMP kalo nggak salah. In the end, walaupun sedikit membosankan, di buku ini pembaca tetap bisa mengagumi Sherlock Holmes dan kemampuan detektifnya.

No comments:

Post a Comment