Thursday 16 February 2017

Love and Misadventure-Lang Leav

61MwaLd8AZL_thumb1Cinta dan Kesialan-kesialan oleh Lang Leav

 

Mulai dibaca: 06 Februari 2017

Selesai dibaca: 06 Februari 2017

 

Judul: Cinta dan Kesialan-kesialan
Judul asli: Love and Misadventure
Penulis: Lang Leav
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: M. Aan Mansyur
Tahun terbit: April 2016
Tebal buku: 167 halaman
Format:
Paperback
ISBN: 978-602-032-564-4
Harga: Rp.38.000 (Gramedia)

 

Rating: 3/5

 

Dia meminjamkan penanya,

            untuk pikiran-pikiran tentang kekasih,

            yang tidak habis mengalir darinya,

            dalam kesunyian diriya sendiri.   (hal. 7)

 

Sepertinya akhir-akhir ini buku puisi kembali bersinar dan mampu merebut hati pembaca-pembaca terutama dari kalangan wanita dewasa-muda. Sebut saja nama Lang Leav, Rupi Kaur, Warsan Shire, Amanda Lovelace, dan sumpah masih ada banyak banget penulis puisi modern yang nggak bisa saya sebutkan satu-persatu. Dan walaupun nama-nama tersebut merupakan nama yang baru, maksudku nama-nama tersebut bukanlah seorang penyair yang selegendaris Louisa May Alcott, Maya Angelou, Margaret Atwood, dan siapapun itulah, atau setidaknya belum selegendaris mereka, tapi mereka membuat puisi yang tak kalah indahnya dengan penyair legendaris tersebut.

 

DSC_0095-ed_thumb1

 

Nah, karena buku ini juga merupakan buku yang paling sering dibahas dan dibagikan di media-media sosial, terutama oleh wanita muda yang mudah galau dan patah hati, saya pun penasaran dengan isi buku ini. Tapi, sebelum penasaran dan pengen banget membaca isi buku ini, saya lebih penasaran dengan sampul buku ini. Sampul bukunya sederhana saja, hanya ada judul buku dan nama penulis, hiasannya hanya gambar potret seorang gadis dengan bingkai berbentuk lingkaran dengan pinggiran seperti kerah baju. Nah, saya lebih penasaran dengan gadis tersebut. Matanya merupakan tatapan nanar yang menyedihkan yang seperti menggambarkan suasana hati si gadis karena telah mengalami putus cinta. Bahunya lemas dan ekspresinya menggambarkan bahwa gadis itu sudah lelah dan malas untuk melakukan apapun. Mungkin ada hubungannya dengan kesialan-kesialan yang dialami oleh gadis itu.

 

DSC_0091-FACE_thumb[1]

 

Sebenarnya saya pengen banget beli versi aslinya, tapi harganya seriusan, deh, mahal banget. Versi aslinya diterbitkan dalam dua format, Hard-cover dan Paperback dan keduanya sama-sama mahal, menurut saya. Kalau dibandingkan dengan buku puisi dari Rupi Kaur yang berjudul Milk and Honey, saya jelas lebih memilih untuk membeli buku Rupi Kaur itu, karena halamannya lebih tebal dan puisinya juga lebih banyak. Sedangkan buku ini memiliki jumlah puisi lebih sedikit, tiap satu lembar hanya ada satu puisi, yaitu di halaman ganjil. Ingat ya, puisinya cuma ada di halaman ganjil nggak tiap halaman seperti buku-buku lainnya. Makanya, waktu akhirnya buku ini diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh salah satu penyair yang fansnya juga banyak di Indonesia, diterbitkan oleh penerbit paling ngetop se-Indonesia, dan dijual dengan harga yang super-duper-jauh lebih murah daripada versi aslinya saya nggak pake pikir panjang deh untuk membeli buku ini.

 

Tunggu, sebelum saya menceritakan isi buku ini, hal lain yang membuat saya tertarik membeli buku ini dalam versi terjemahan ini adalah penerjemahnya. Yup, penerjemahnya adalah salah satu penyair modern yang fansnya udah banyak di Indonesia, terutama dari kalangan wanita dewasa-muda yang berhati lembut dan rapuh. Saya sendiri juga sudah membaca beberapa buku dari penyair ini, salah satunya adalah bukunya yang jadi hits karena muncul di sekuel ‘Ada Apa dengan Cinta? 2’, Tidak Ada New York Hari Ini. Dan kita semua, yang sudah pernah membaca bukunya, pasti ngerti bagaimana muram dan sendunya puisi dari penulis ini.

 

Ketika pikiran tentang segala kecuali satu

            yaitu yang kujaga sebagai rahasia.

Ketika terluka meski aku tidak tahu

            kepada siapa mesi tumpah airmata.

Tirai berjuntai menutup matahari dariku,

            dan berarap bisa tidak terus terjaga (Hari yang Buruk, hal. 59)

 

Saya rasa buku yang diterjemahkan ini seperti klop banget. Dari judulnya mungkin pembaca sudah mengetahui dan menerka-nerka isi buku ini, pastilah nggak jauh-jauh dari cerita mengenai kesialan yang dialami oleh seseorang dalam hal percintaan. Dan memang seperti itulah isi buku ini, semuanya bernuansa muram dan sendu.

 

Cinta itu baik,

            tidak pernah tidak—

            tapi ia mampu membuatmu meledak!

Ketika kepadamu ia diserahkan,

            dalam jutaan serpihan serentak. (Ketika Cinta Menyerang Jantungmu, hal. 21)

 

Isi buku ini kebanyakan mengenai sebuah cinta yang tak berbalas, karena hal apalagi, sih yang masuk kategori lebih sial daripada cinta yang tak berbalas, bahkan penolakan pun rasanya tak terlihat sesial itu. Well, yang lebih buruk dari cinta yang tak berbalas adalah ketika kita sudah sangat dekat dengan orang yang kita sayangi, saking dekatnya sampai kita dan orang lain menganggap bahwa kita dan orang yang kita sayangi ini merupakan pasangan serasi, sampai akhirnya kita tahu bahwa orang itu nggak menyayangi dengan cara yang sama seperti kita menyayanginya, atau dalam bahasa singkatnya, kamu terjebak dalam FRIENDZONE.

 

Caramu bercerita

            tentang dia.

Dengan dendam, penyesalan, penghinaan

            dan dari balik semua itu

            terpancar isyarat kebanggaan (Kecemburuan, hal. 93)

 

077b739ff9113b69b719f5353d357c01_thu

 

Semuanya bernuansa muram, dan cocok banget kalau dibaca dengan nada yang seperti kamu sedang menerawang jauh ke masa ketika kamu merasa bahagia dengan orang yang kamu sayangi.

 

Aku bukan siapa-siapa,

            sekadar goresan kecil

            di ikat pinggangnya.

Perasaannya kepadaku,

            ialah yang tak pernah ia rasa. (Satu Kata, hal. 33)

 

Nah, saya rasa hal itulah yang membuat buku ini klop banget dengan penerjemah. Penerjemah pun juga menghasilkan karya-karya yang muram dan sedih. Melalui penerjemah, buku ini hadir tak hanya dengan bahasa yang mudah dimengerti tapi juga bahasa yang indah. Pemilihan kata dan diksi semuanya tepat sehingga semakin menambah kesedihan dari puisi ini. Ketika membaca puisi ini saya selalu membayangkan seorang gadis yang cintanya tak berbalas, sedang duduk di kursi dekat jendela pada saat hujan turun, menerawang jauh dan tenggelam dalam pikiran-pikiran sedihnya sampai bisa menciptakan sebuah puisi yang menggambarkan kemuramannya.

 

Dan kini, ini waktunya,

            Ini waktunya,

            Ini waktunya kita berakhir— (Kapsul Waktu, hal. 163)

 

Semoga buku lanjutannya juga diterjemahkan dan segera diterbitkan!

6c9871d727533812a66b3c228620f301_thu

No comments:

Post a Comment